Leadership, Thoughts, Books, Writing !

MEMIMPIN DENGAN MEMBAGI HIDUP

1 1,301

“…. Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang

(Matius 20:28; Markus 10:45).

PENGANTAR

Perlulah disadari bahwa sesungguhnya kepemimpinan dan manajemen serta administrasi memiliki hubungan yang integral. Sebagai Ilmu, Kepemimpinan adalah ilmu induk yang di dalamnya terkait Ilmu Manajemen dan Ilmu Administrasi. Sebagai seni, Kepemimpinan mewadahi Manajemen dan Administrasi, dimana Manajemen adalah “fungsi umum kepemimpinan” yang menjelaskan bahwa tatkala kepemimpinan dijalankan, maka pemimpin memasuki kawasan manajemeni dan memanejemeni. Pada saat yang sama, tatkala Manejer memanejemeni, ia memasuki kawasan administrasi, yang merupakan “fungsi khusus kepemimpinan” yang menyentuh pekerjaan operasional di lapangan. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa tatkala pemimpin melaksanakan upaya memimpin (leading attempt) maka ia memanejemeni atau menerapkan manajemen dalam kinerja. Melihat kaitan di atas ini, kini timbul pertanyaan, apa sesunguhnya cara yang terbaik, dan bagaimana pemimpin memimpin, yang olehnya ia dapat mewujudkan upaya memimpin yang berkualitas serta dapat memimpin dengan benar, baik, sehat dan produktif.

Dalam upaya menjawab pertanyaan di atas, pemimpin yang bijaksana perlu memahami bagaimana ia melaksanakan upaya memimpin yang berkualitas sehingga ia dapat membawa organisasi yang dipimpinnya ke arah keberhasilan. Mewujudkan kepemimpinan yang berhasil, maka ada tiga hal khusus yang harus dicerna, disikapi dan diterapkan oleh setiap pemimpin yang arif, yaitu: Pertama, memanejemeni hati, membangun sikap yang meneguhkan hubungan; Kedua, memanejemeni hubungan mencipta situasi responsif dalam organisasi; dan Ketiga, memanejemeni kerja yang terfokus kepada keberhasilan.

 

MEMANEJEMENI HATI MEMBANGUN SIKAP YANG MENEGUHKAN HUBUNGAN

Setiap pemimpin harus senantiasa menyadari bahwa dalam memimpin, ia akan selalu berhubungan dengan orang, yaitu para staf dan bawahan yang dipercayakan kepadanya. Dalam kaitan ini, tatkala pemimpin memimpin, maka ia dengan sendirinya memanejemeni. Hal yang dimanejemeni pemimpin adalah sumber-sumber, antara lain: orang (men); teknologi (machine), pasar (market); materi (material); uang (money); waktu (moment); infrastruktur (main infrasturctures); metode (methods) dan sistem manajemen (management system). Di antara semua sumber yang dimanajemeni, sumber orang (men) atau sumber daya manusia (SDM) menempati kepentingan utama, untuk dimanajemeni pemimpin, sebagai bagian terpenting dari upaya memimpin. Hal pertama yang akan terlihat dalam upaya memimpin seorang pemimpin ialah bahwa ia berhubungan dengan orang dan memanejemeni orang. Soal apakah ia memanejemeni dengan benar dan baik ataukah tidak, adalah faktor lain, yang berkaitan erat dengan indikator memimpin secara berkualitas.

Menghubungkan pemimpin, upaya memimpin dan orang yang dipimpin, ternyata hubungan-hubungan ini difasilitasi oleh aktualisasi memimpin (actuating). Dalam kepemimpinan, hubungan-hubungan ini mengharuskan pemimpin mengawali upaya memimpinnya dengan memanejemeni perilaku (behaviour) dan pola (style) kepemimpinannya, sebagai bagian dari pembuktian upaya memimpin yang benar, baik dan sehat. Dengan kata lain, pemimpin hanya dapat memimpin orang lain dengan baik apabila ia memanejemeni perilaku dan pola kepemimpinannya dengan benar (effektif), baik (efisien) dan sehat (healthy attitude), sehingga ia terbukti dapat memimpin dengan menggerakkan (influencing) orang yang dipimpin secara berkualitas. Rahasia untuk memimpin secara berkualitas yang menghubungkan pemimpin, upaya memimpin dan orang yang dipimpin adalah: Pertama, Memiliki hati yang bijak dengan memintanya dari TUHAN Allah, sumber segala hikmat (I Raja-raja  3:9-14, 28; I Tawarikh 1:1-12). Dengan hati yang bijak, pemimpin memiliki kearifan yang dibuktikan melalui adanya integritas tinggi (benar, baik, adil, setia, jujur, dapat dipercaya, teguh, luhur – Lihat Filipi 4:5,8). Kedua, Menjaga hati sehingga hidup tetap lurus yang dibuktikan dengan pikiran (terbuka, proaktif, asertif), sikap, sifat,  kata, dan tindakan yang ditandai oleh kebaikkan tertinggi (Amsal 4:23-27); Ketiga, Mempercayakan hati kepada TUHAN Allah, yang akan meluruskan jalan, yang ditandai oleh kebijakkan yang sehat dan memuliakan TUHAN (Amsal 3:5-10).

Kebenaran tentang hati ini adalah rahasia memanejemeni diri (perilaku dan pola), sehingga pemimpin akan terbukti arif dalam berpikir (memiliki peradigma dan perspektif positif), bersikap, bersifat, berkata dan bertindak yang altruis (oriented others). Pemimpin yang memanejemeni dirinya dengan benar dan baik, adalah dia yang akan terbukti menguasai diri (self control) yang nampak dalam kata dan tindakan kepemimpinannya yang berbudi luhur (Yesaya 32:8), yang dengan sendirinya akan menyentuh hati orang yang dipimpin secara bijak pula. Dengan menyentuh hatinya sendiri terlebih dahulu, maka pemimpin dapat menyentuh hati orang lain dan dapat membuktikan diri memimpin secara berkualitas, karena penyentuhan dan pengendalian hati akan meneguhkan hubungan dengan orang lain, khususnya orang yang dipimpin (Matius 7:12).[1] Keempat, Memimpin dari hati, yang menggerakkan untuk bertindak, menyentuh sesama dengan belas kasihan yang tinggi yang olehnya pemimpin mengangkat, memulihkan menyembuhkan, meneguhkan dan memberkati (Matius 9:35-36). Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa pemimpin yang memanejemeni hatinya adalah pemimpin yang siap untuk memimpin dengan berbagi yang terbaik dari hidup, yaitu kehidupan yang berkualitas sebagai dasar bagi kepemimpinan berkualitas.

MEMANEJEMENI HUBUNGAN MENCIPTA SITUASI RESPONSIF DALAM ORGANISASI

Memanejemeni hubungan yang bersifat pribadi dan sosial dalam kepemimpinan adalah mencipta situasi responsif sebagai landasan untuk mewujudkan proses upaya memimpin yang berkualitas. Memanejemeni hubungan dalam hal ini adalah upaya untuk membangun jejaringan sosial yang harmonis, terbuka, lugas dan dinamis. Melalui jejaringan sosial seperti inilah pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya dengan menggerakkan orang yang dipimpin secara proporsional sehingga mereka dapat mewujudkan performansi tinggi. Sebagai landasan pijak untuk membangun hubungan responsif ini, perlulah disadari bahwa kepemimpinan berkaitan erat dengan sistem sosial atau masinesasi sosial dengan orientasi kemanusiaan yang kuat yang diwadahkan oleh organisasi. Di sini pemimpin bertanggung jawab untuk mencipta hubungan-hubungan kondusif yang akan beroperasi bagaikan mesin.[2] Dalam hubungan ini, manusia harus diperlakukan sebagai manusia, dimana hubungan perlakuan ini dengan sendirinya akan meneguhkan sikap pemimpin guna mencipta hubungan responsif di antara pemimpin, staf dan para bawahan. Hubungan responsif inilah yang menandakan adanya dinamika tinggi yang mengerakkan kehidupan organisasi. Dasar-dasar untuk meneguhkan pemimpin guna mencipta hubungan responsif ini dapat ditetapkan sebagai berikut ini.

Pertama, Pemimpin harus melihat sesama sebagai “mitra sewaris,” dengan status diri dan perannya yang sama sebagai “sesama pelayan, sesama hamba” (Matius 20:26-27; Markus 10:43-44; Lukas 17:10; I Korintus 3:9a). Di sini, sesama bagi pemimpin harus disikapi sebagai subjek, yang perlu diperlakukan dengan penuh penghargaan dengan menerima serta mengakui kompetensi, kapasitas dan andilnya bagi keberhasilan kepemimpnan. Kedua, Pemimpin harus memperlakukan sesama sebagai “pewaris keberhasilan bersama,” dengan sepenuhnya membangun hubungan di atas kepercayaan (trust) yang sama-sama memiliki tanggung jawab bagi keberhasilan bersama dengan komitmen pengabdian bersama yang tinggi  bagi keberhasilan kerja organisasi (Filipi 2:2-4; I Petrus 5:2). Dalam upaya menerapkan sikap ini, pemimpin harus menghargai potensi, kapasitas, cara kerja dan peran, serta kontribusi bawahan, yang olehnya mereka semakin merasa dilibatkan dan dipercayai sebagai pewaris keberhasilan bersama.  Ketiga, Pemimpin harus menjadi model dalam kehidupan etika-moral dan kinerja (benar, baik, sehat) dengan semangat juang tinggi (compelling spirit), sebagai pemimpin panutan dan pemimpin bertanggung jawab, yang berorientasi kepada membawa keuntungan (keberhasilan) bersama (Ibrani 13:7, 17; I Petrus 5:3-4; Nehemia 2:20).

Pemimpin yang menegaskan sikap dan orientasi seperti ini akan mewadahkan situasi kondusif bagi organisasinya, dimana staf dan bawahan akan merasa “memperoleh tempat layak dengan andil yang sama” dalam kepemimpinan, karena penghargaan, kepercayaan dan keteladanan-nya. Kondisi ini akan meneguhkan semua unsur manusia guna mematutkan sikap terhadap sesama, dan tugas, yang ditandai oleh adanya hubungan responsif berlandaskan kesadaran bahwa keberhasilan organisasi adalah keberhasilan bersama. Kesadaran ini hanya akan terwujud dengan adanya komitmen semua kompenen manusia kepada pengabdian serta kinerja berkualitas dan disiplin tinggi, yang olehnya akan tercipta sinergi yang saling mendukung dengan gerakan kerja yang simultan bagi keberhasilan bersama.

MEMENEJEMENI KERJA YANG TERFOKUS KEPADA KEBERHASILAN

Dalam mewujudkan upaya memimpin dengan kinerja tinggi, pemimpin harus memastikan bahwa ia dan seluruh unsur manusia organisasinya berorientasi kepada memanejemeni kerja yang terfokus kepada keberhasilan. Memastikan upaya kerja yang terfokus kepada keberhasilan seperti ini, pemimpin perlu memanejemeni kerja dengan menemukan dan berbagi visi, dan misi organisasi, membangun suatu perencanaan strategis terpadu, serta menetapkan kerja serta berbagi tugas dengan orotitas, hak, kewajiban, tanggung jawab dan pertangungjawaban yang sepadan. Tindakan ini adalah langkah pemastian agar setiap setiap personel (SDM) organisasi dapat memainkan perannya dengan bekerja efektif, efisien dalam hubungan sehat yang dapat menghasilkan produk kerja yang optimal.

Sebagai landasan membangun upaya memanejemeni kerja yang terfokus kepada keberhasilan, pemimpin harus membangun budaya organisasi yang dilandasi oleh komitmen tinggi kepada kualitas, disiplin dan kinerja tinggi (comitment to quality, discipline and high performance) sebagai dasar untuk membangun manajemen organissi yang dinamis.

Dalam kaitan ini,  pemimpin bertanggung jawab untuk membangun pendekatan berikut. Pertama, Pemimpin membangun budaya kualitas yang diteguhkan di atas pendekatan “Manajemen Kualitas Total” (Total Quality Management) yang akan mewarnai pikiran, sikap, sifat, kata dan tindakan berkualitas, sebagai tulang punggung seluruh kehidupan, orientasi dan performa organisasi dengan daya kerja yang tinggi (Kejadian 41:46-57). Kedua, Pemimpin meneguhkan fokus orientasi kinerja yang terfokus kepada keberhasilan yang terukur (Yeremia 29:11; Kejadian 11:6; Nehemia 2:20a). Ketiga, Pemimpin harus menggalang komitmen bersama untuk mewujudkan kinerja berkualitas dengan etos kerja yang unggul (Kolose 3:17, 23). Keempat, pemimpin memobilisasi, menggerakkan upaya untuk bersinergi mewujudkan kerja yang berkualitas dengan menularkan semangat positif kepada kelompoknya (Nehemia 2:17-20). Kelima, Pemimpin memotivasi, menyemangati dan meneguhkan kinerja berkualitas ke arah keberhasilan bersama dengan memberikan reward (imbalan) dan dorongan positif (praising) yang meneguhkan rasa percaya diri setiap orang dalam kepemimpinannya (Hakim-hakim 4:4-24).

 

KESIMPULAN

 

Pemimpin sejati adalah “pemimpin pemberi hidup” (the life giving leader), yang memberi hidup (life giving), karena ia memiliki kehidupan (quality life) yang layak untuk dibagi. Pemimpin sejati yang adalah pemberi hidup, memberikannya dengan memanejemeni hatinya, membangun sikap yang meneguhkan hubungan. Ia juga harus memanejemeni hubungan-hubungan kemanusiaan, mencipta situasi kondusif dan mewadahkan hubungan responsif secara internal dengan meneguhkan budaya kualitas  dan memanejemeni meneguhkan kinerja tinggi, yang terfokus kepada keberhasilan. Diyakini, bahwa pemimpin yang memimpin seperti inilah yang akan melihat keberhasilan memihak kepadanya. Selamat membuktikan diri sebagai pemimpin pemberi hidup, yang memimpin dengan berhasil. Kiranya.

 

Salam  dan doa,

Dr. Yakob Tomatala

 


[1] Sikap seperti ini akan meneguhkan pemimpin guna menjauhkan diri dari memimpin dengan tangan besi, yang akan merugikan dirinya sendiri (Matius 20:25-28; Markus 10:42-45; Amsal 14:34; 1629).

[2] Uraian lengkap tentang pokok ini dapat ditemukan dalam buku Kepemimpinan yang Dinamis, karya Y. Tomatala

You might also like
1 Comment
  1. Herbert Hutasoit says

    Pemimpin yg Kristiani sangat baik untuk diterapkan,thanks.

Leave A Reply

Your email address will not be published.