Leadership, Thoughts, Books, Writing !

MEMBANGUN SIKAP: APAKAH SUNGGUH KATA-KATA PEMIMPIN ITU BERTUAH

0 721

Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan” (Amsal 16:23).

PENGANTAR

Pernahkah Anda mengevaluasi kata-kata yang Anda ucapkan atau yang Anda dengar? Apakah kata-kata itu menyenangkan atau menyakitkan? Tahukan Anda bahwa semua itu karena kata-kata itu bertuah dan berkuasa yang nampak pada dampaknya? Apakah benar kata-kata Anda sebagai pribadi mau pun sebagai seorang pemimpin itu bertuah dan berkuasa? Apa bukti bahwa kata-kata seorang pemimpin itu bertuah dan bekuasa? Apa makna dari penyataan “kata bertuah dan berkuasa” ini? Coba renungkan pernyataan berikut ini, “Anda adalah apa yang Anda pikirkan, apa yang Anda katakan, dan apa yang Anda lakukan.[1] Implikasi dari pernyataan ini adalah, pikiran Anda menjelaskan siapa Anda sesungguhnya, kata-kata yang Anda ucapkan mengungkapkan isi hati Anda, dan tindakan Anda menyatakan maksud Anda yang sebenarnya. Kebenaran pernyataan di atas dilukiskan oleh Penulis Amsal yang menegaskan, “Anak-anak pun sudah dapat dikenal dari pada perbuatannya, apakah bersih dan jujur kelakukannya” (Amsal 20:11).

Alkitab terjemahan LAI Edisi BIS menggungkapkan, “Dari perbuatan anak dapat diketahui apakah kelakuannya baik dan lurus.” Kebenaran Firman ini mengungkapkan bahwa dengan perbuatannya, seseorang sedang menyatakan apa dan siapa dirinya. Di sini dapat ditegaskan bahwa ternyata pikiran, perkataan dan pebuatan menjelaskan “inner being” (keberadaan diri) dari seseorang. Inner being pada sisi lain merupakan driving factor (faktor penggerak) yang menguasai dan mengarahkan kata-kata, sikap dan tindakan.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan secara khusus bahwa selain kata-kata itu menunjukkan kadar dari inner being, inner being juga mewarnai kata-kata. Dalam hubungan ini, inner being yang positif, tertampung dalam kata-kata yang positif, dan sebaiknya, inner being yang negatif, termuat dalam kata-kata yang juga negatif. Dari sinilah terlihat pengaruh yang memberikan dinamika bagi kata-kata, serta dampak yang ditimbulkan oleh kata-kata itu.

Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa ternyata kata-kata itu memiliki kekuatan yang dimotori oleh inner being, sehingga dengan kata-katalah seseorang dapat mempengaruhi serta membawa dampak baik positif, mau pun yang negatif, seperti yang diungkapkan oleh Firman Allah, “Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati” (Amsal 15:4). Kebenaran Firman ini meneguhkan bahwa inner being yang lembut yang dinyatakan dengan menggunakan kata-kata yang lembut memberi kesegaran bagi hidup (Matius 5:5).

Sedangkan pada sisi lain, kata-kata yang keluar dari hati yang curang, akan melukai hati orang yang mendengarkannya. Kenyataan ini dapat membawa efek negatif bagi diri pemimpin dan kepemimpinannya. Dalam upaya meneguhkan sifat dan sikap yang diwujudkan dalam kata-kata yang memberkati, setiap pemimpin haruslah memaknai faktor berikut di bawah ini.

1. KATA ITU BERMAKNA. Apa artinya kata itu bermakna? Kata adalah bentuk dari simbol atau lambang arti. Sebagai simbol atau lambang arti, setiap kata itu memiliki makna khusus. Makna khusus dari kata ini memberikan fungsi dan atau kegunaan bagi setiap kata. Makna kata menjelaskan tentang adanya sesuatu di balik kata itu yang memiliki bentuk, arti dan fungsi atau kegunaan khas. Faktor inilah yang menyebabkan kata itu bermakna yang di dalamnya ada kekuatan penggerak. Kekuatan penggerak inilah yang memberikan dinamika bagi kata. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada kata yang tidak bermakna, dimana setiap pemakna kata akan dipengaruhi oleh kata dimaksud. Dan lagi, setiap pengguna kata akan terlibat memberi makna, memaknai dan menggunakan kata untuk mengekspresikan dirinya, dipengaruhi serta mempengaruhi. Dapatlah dikatakan bahwa kata itu bermakna, karena di dalamnya ada arti yang khas dengan kekuatan penggerak yang mempengaruhi.

2. KATA ITU JATI DIRI, SIMBOL JIWA PEMIMPIN. Apa artinya kata itu adalah “jati diri dan simbol jiwa pemimpin?” Tatkala Rene Descartes mengatakan “Cogito ergo sum”, “saya berpikir maka saya ada,” ia sedang menunjuk kebenaran tentang hakikat diri, yaitu bahwa seseorang itu adalah apa yang ada di dalam pikirannya, berkenan dengan apa yang dipikirkannya tentang apa saja. Secara substatif dapat dikatakan bahwa apa pun yang ada di dalam pikiran seseorang, itulah dia adanya (being). Ralph Waldo Emerson pada sisi lain menegaskan bahwa “Anda akan selamanya menjadi apa yang Anda pikirkan” menunjuk kepada kenyataan lain, yaitu bahwa seseorang itu akan menjadi (becoming) dirinya dengan apa yang ada di dalam pikirannya.

Fakta dari kebenaran ini ialah bahwa seseorang itu hanya akan melakukan (doing by saying and acting) apa yang dipikirkannya, atau apa yang ada di dalam pikirannya. Dalam hubungan ini, dapatlah dikatakan bahwa apa yang ada dalam pikiran pemimpin, itulah “hakikat dirinya.” Dan lagi apa yang ada di dalam pikiran pemimpin, itulah “cara ia menjadi.” Serta, apa yang ada di dalam pikirannya, itulah yang “memotori kata (yang verbal) dan tindakannya” (yang konkrit). Kenyataan ini sejalan dengan kebenaran Firman TUHAN Allah yang menegaskan “… orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak demikian” (Yesaya 32:8). Dari sini dapatlah dikatakan bahwa hati/ jiwa/ roh/ budi (inner being) seseorang terwadahkan dalam pikirannya dan dinyatakan melalui kata-kata dan perbuatannya. Dengan demikian dapatlah ditegaskan bahwa “apabila inner being seseorang itu luhur, maka hal itu diungkapkan dalam kata-kata dan perbuatannya yang luhur pula.” Menyimak kebenaran ini, dapatlah dikatakan bahwa “kata-kata pemimpin adalah isi hati, isi jiwa, isi roh, isi budinya, dan kata serta perbuatannya adalah simbol dari semua yang ada di dalamnya. Jadi, pemimpin yang berbudi, patutlah menjadari kata-kata dan cara mengatakan serta cara bertindaknya sehingga ia mengkomunikasikan dan mencitrakan kebenaran tentang dirinya secara patut serta bermartabat, yang meneguhkan diri dan kepemimpinannya. Sikap ini dibenarkan Firman Allah yang menegaskan, “Orang yang mencintai kecucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja” (Amsal 22:11), kepemimpinannya akan langgeng, melegenda dan dikenang baik.

3. MAKNA KATA YANG BERTUAH, KATA ITU BERKUASA. Kata dan kata-kata disebut bertuah, dan berkuasa karena kekuatan pengaruh yang ada padanya. Kekuatan dari pengaruh kata-kata ini berhubungan erat dengan “siapa yang mengatakannya, termasuk status serta perannya sebagai apa” di dalam suatu lingkungan kehidupan. Di sini dapat dikatakan bahwa kata-kata seorang pemimpin itu betuah karena status dan otoritas kepemimpinan yang ada padanya. Dalam konteks ini, dapat dicontohkan, dengan melihat kata “terimakasih” yang diucapkan oleh seorang anak kepada Ibundanya. Ternyata, makna dan dampak dari kata “terimakasih” yang sama adalah berbeda bila diucapkan oleh atasan dari Ibu dimaksud kepadanya. Ucapan terimakasih dari si anak lebih bermakna sosial individual menyangkut hubungan antar pribadi Ibu dan anak. Sedangkan ucapan terimakasih dari atasan bernilai rewarding dalam kancah kepemimpinan. Ucapan terimakasih yang bermakna rewarding ini selalu ada dalam konteks kepemimpinan.

Pada sisi lain, kata yang bertuah ini juga memiliki kuasa menggerakkan, baik secara positif, mau pun secara negatif. Tidaklah mengherankan bahwa Firman Allah menegaskan, “Lidah lembut adalah pohon kehidupan, tetapi lidah curang melukai hati” (Amsal 15:4). Di sini secara tegas terlihat bahwa kata-kata yang isinya positif, bermakna positif dan dinyatakan dengan cara yang benar, baik dan pas akan membawa dampak yang meneguhkan kehidupan. Sedangkan, kata-kata yang isinya negatif, bermakna negatif dan dinyatakan dengan cara yang kasar dan arogan (negatif) membawa dampak negatif, yaitu melukai, dan membunuh.

Dengan menyadari bahwa kata-kata itu bertuah dan berkuasa, “Pengkhotbah yang Berhikmat” itu memberikan nasihat, “Pengkhotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis kata-kata kebenaran secara jujur” (Pengkhotbah 12:10), dilandasi oleh kenyataan bahwa “Kata-kata orang berhikmat seperti kusa dan kumpulan-kumpulannya seperti paku-paku yang tertancap, diberikan oleh satu gembala” (Pengkhotbah 12:11). Dengan demikian, seorang pemimpin yang bijak akan selalu menyadari ketuahan dan kuasa dari kata-kata, sehingga ia selalu berupaya untuk menggunakan kata-kata secara bijak, yang olehnya ia memberkati banyak orang dalam kepemimpinannya. Seseorang hanya dapat menggunakan kata-kata secara bijak apabila ia mengendalikan dirinya. Karena itu, Rasul Yakobus menambahkan, “barangsiapa yang tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna” (Yakobus 3:2b).

4. KATA ITU MENGABADI, MENGHIDUPKAN ATAU MEMBUHUH. Kata itu mengabadi, maknanya bahwa kata itu berdampak panjang. Lihatlah, bahwa umumnya “orang akan membawa kata-kata yang menyakitkan sampai ke liang kubur, alias orang tidak gampang melupakan kata-kata hinaan dan perendahan yang diucapkan seseorang kepadanya, yang melukai hatinya. Dalam kaitan ini, dapatlah dikatakan bahwa dampak dari kata-kata itu ternyata panjang dan tidak mudah dilupakan dengan sekejap. Mengingat bahwa kata-kata itu berdampak mengabadi yang bisa menghidupkan atau membunuh, maka adalah bijak memperhatikan nasihat dari Rasul Yakobus, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;” dan lagi, “Jika ada seorang yang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya” (Yakobus 1:19, 26; Titus 1:10b). Dalam hubungan ini, sebagai seorang individu mau pun seorang pemimpin, adalah bijaksana untuk memilih menggunakan kata-kata yang memberkati, yang memberikan kehidupan, karena ia akan diingat sebagai “orang baik.” Pilihan ini adalah lebih benar, ketimbang menggunakan kata-kata yang keras, menghina, merendahkan dan mencemarkan yang melukai, dimana ia pasti diingat dengan hati pedih dan rasa miris yang panjang (Lihat II Timotius 2:23-26). Karena itu, pilihan terbenar bagi seorang pemimpin ialah, “menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan dan kesucian” (I Timotius 4:12) sehingga ia dihormati, karena dengan kata-katanya ia memberikan kehidupan yang benilai positif dan abadi.

5. KATA ITU BERKAT. Seorang pemimpin yang bijak dan berbudi, akan selalu menyadari bahwa ia harus menggunakan kata-katanya secara bijaksana, supaya ia menjadi berkat kepada banyak orang. Menggunakan kata-kata secara bijaksana itu penting, yang selaras dengan Firman Allah yang menegaskan, “Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang” (Amsal 16:24).

Di sini terlihat jelas bahwa kata-kata yang menyenangkan (Lihat Pengkhotbah 12:10) itu terdengar manis, yang dilukiskan seperti manisnya sarang madu. Pada sisi lain, kata-kata yang menyenangkan itu juga akan terasa manis di hati, dan berperan bagaikan obat yang berkhasiat menyembuhkan tulang, khususnya bagi mereka yang mendengarkannya. Dari uraian ini dapat ditegaskan bahwa ternyata kakta-kata itu dapat menjadi berkat, apabila kita memilih untuk menggunakannya guna memberkati orang lain (Lihat Yakobus 3:9-10), dan memakainya tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat guna, sehingga kata-kata yang kita ucapkan itu bernilai tinggi serta membawa berkat (Amsal 15:23; 25:11).

IMPLIKASI:

Anda tentu telah memahami kebenaran tentang kata-kata yang bertuah dan berkuasa ini, sehingga apabila Anda memilih menjadi pemimpin yang bijak, maka Anda juga harus menggunakan kata-kata secara bijaksana dan memberkati orang lain. Untuk semua itu, camkanlah kebenaran berikut ini:

  • Gunakanlah setiap kata dengan memaknakannya secara benar untuk memperhitungkan dampak positifnya terhadap orang yang mendengar.
  • Dengan mengingat bahwa kata-kata itu adalah simbol jiwa, maka gunakanlah kata-kata secara benar dalam mencitrakan diri sebagai pemimpin bijaksana yang berbudi luhur.
  • Anda selalu harus menyadari bahwa ada pengaruh dalam kata-kata itu, sehingga pilihan terbaik ialah menggunakan kata-kata secara benar, baik, manis dan menyenangkan, sehingga sedap di dengar dan membawa dampak positif yang langgeng bagi orang banyak.
  • Sadarlah selalu bahwa kata-kata yang diucapkan itu mengabadi, sehingga Anda harus belajar menggunakan kata-kata bijak dengan cara benar, sehingga membawa dampak positif dalam mengatakannya.
  • Ingatlah akan tanggung jawab kepemimpinan Anda, yaitu memberkati orang lain, sehingga Anda haruslah senantiasa menggunakan kata-kata yang membangun, menggangkat dan meneguhkan yang olehnya Anda akan dikenang sebagai pemimpin yang saleh, yang baik hati, yang sukanya memberkati dengan menggunakan kata-kata berkat.

Selamat menggunakan kata-kata benar, dengan cara benar, baik, jujur, menyenangkan dan sedap didengar untuk memberkati banyak orang dalam kepemimpinan Anda, sambil mengingat bahwa “Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan” (Amsal 16:23; Banding: Filipi 2:5,8-9). Selamat!!!

Salam dan doa,

Dr. Yakob Tomatala


[1] Pernyataan ini ada hubungannya dengan “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada) dari Rene Descartes, dan “Anda akan selamanya menjadi apa yang Anda pikirkan” dari Ralph Waldo Emerson.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.