Leadership, Thoughts, Books, Writing !

Global Conflict and Peace Building

0 921

DIALOG PUBLIK

Global Conflict and Peace Building:

Panggilan menjadi Advokator Perdamaian[1]

….. hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang

(Roma 12:18).

Pengantar

Damai dan perdamaian telah menjadi bagaikan barang langka di seluruh dunia dewasa ini. Pada tahun tujuh-puluhan, UNESCO telah memprediksi, bahwa pada akhir Abad XX (dan tentu pada Abad XXI), “makanan untuk satu orang akan dimakan oleh sepuluh orang.” Ini berarti akan ada ancaman kelaparan, yang diakibatkan oleh banyak faktor, termasuk kebangkurutan sosial, politik dan ekonomi, bencana alam mau pun peperangan, serta faktor-faktor lainnya. Pada sisi lain, patutlah diakui bahwa di mana-mana telah dan sedang terjadi bencana alam dan peperangan, seperti yang telah dinyatakan oleh TUHAN Yesus jauh-jauh hari.[2] Kini timbul pertanyaa, “Apa artinya kenyataan ini bagi kita yang hidup pada Abad XXI dewasa ini.

Bagaimana kita meresponi dan menyikapinya?” Perlulah disadari bahwa sebagai bagian dari Gereja Yesus Kristus, orang Kristen bukan saja diberi hak untuk mengetahui rahasia kejadian-kejadian menjelang akhir zaman dari ajaran-ajaran Yesus Kristus di dalam Kitab-kitab Injil, tetapi juga diberikan “tanggung jawab menjadi Peace Maker.” Dalam memahami dan mewujudkan tanggung jawab sebagai Peace Maker ini, maka ada beberapa kebenaran yang harus diuraikan, antara lain yaitu: Pertama, Panggilan menjadi Peace Maker; Kedua, Dasar Tugas Peace Maker; dan Ketiga, Peran Peace Maker dalam Memperjuangkan Perdamaian., yang akan diakhiri dengan suatu rangkuman

  1. PANGGILAN MENJADI PEACE MAKER

Damai dan mejadi Alat Pendamaian (Peace Maker) adalah dua hal yang berbeda. Damai atau shalom (PL) atau eirene (PB) adalah “suatu keadaan (state) di mana ada kebebasan, kesejahteraan, keamanan, kecukupan, kesehatan dan yang lain semuanya, yang bersifat holistik mencakup multi aspek.” Alkitab secara spesifik menjelaskan bahwa “damai, sejatinya dibangun di atas kebenaran” sehingga “di mana ada kebenaran, di situ ada damai” (Yesaya 32:17; Yohanes 14:6,27; Mazmur 72;3). Dengan demikian, damai sejati ada oleh kebenaran sejati, dan kebenaran sejati hanya ada pada TUHAN Allah (II Samuel 7:28; Ayub 37:23; Mazmur 9:8; 25:10; 111:7-8; 119:160; Yohanes 1:17; 17:17.

Karena itu, setiap orang yang diperdamaikan oleh dan dengan TUHAN Allah sajalah yang diberikan peluang istimewa untuk menikmati kedamaian sejati (Yeremia 51:10; Roma 5:10-11,18). Melihat dari sudut pandang lain, panggilan menjadi Peace Maker, adalah “hak istimewa” atau privilese (privilege) bagi orang Kristen (II Korintus 5:14-18; Matius 5:9). Panggilan menjadi Peace Maker ini menjelaskan bahwa orang Kristen adalah “duta perdamaian” atau “’advokator perdamaian” (II Korintus 5:18).

Sebagai “Duta atau Advokator Perdamaian,” orang Kristen sejatinya telah mengalami pendamaian dan perdamaian dengan TUHAN Allah melalui Yesus Kristus. Landasan bagi kebenaran ini dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah ini:

  1. Panggilan Menjadi Peace Maker adalah Pengalaman Keselamatan

Panggilan Menjadi Peace Maker diawali dengan tindakan TUHAN Allah yang memanggil dan menyelamatkan. Penyelamatan TUHAN Allah ini didasarkan di atas panggilan-Nya yang mutlak (Yohanes 15:16; 10:28-29; KPR 13:48). Keselamatan TUHAN ini membebaskan manusia dari dosa, dan mendamaikannya dengan Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus (Roma 5:10-11).

Pendamaian TUHAN melalui Yesus Kristus inilah yang menyelamatkan manusia berdosa dan memberikan pengalaman keselamatan kepadanya (Roma 5:15-19). Pengalaman keselamatan ini menegaskan bahwa “orang pilihan TUHAN telah menjadi manusia baru” di dalam Yesus Kristus (II Korintus 5:17), “umat pilihan dan milik kesayangan Allah” (I Petrus 2:9-10).

Sebagai manusia baru, TUHAN Allah telah mengaruniakan potensi kepadanya untuk membawa serta mengimpartasi damai (Matius 5:9; Daniel 12:3; Yeremia 22:3; KPR 10:35), guna memberitakan kebaikan TUHAN (I Petrus 2:10), alat pendamaian.

  1. Panggilan Menjadi Peace Maker adalah Menjadi Mandataris Advokator Pendamaian Allah

Panggilan Menjadi Peace Maker adalah bagian untuh dari panggilan keselamatan TUHAN bagi umat-Nya (KPR 13:48). Panggilan ini sekaligus menegaskan bahwa ada pada Umat Allah tanggung jawab untuk menjadi Mandataris Advokator Pendamaian Allah (II Korintus 5:18). Tugas utama dari Mandataris Advokator Pendamaian Allah ini adalahmisioner, guna mengimpartasi shalom TUHAN. Yakob Tomatala menegaskanhal ini dengan mengatakan:

God’s mission is based on His eternal shalom plan decreed in eternity. This eternal shalom plan is the basis for God’s overall plans and conduct in creating the universe. Therefore, the shalom of God is the focus of God’s mission for man and all creations.

For this reason, the LORD Jesus when explaining about His mission, He emphasized how the shalom of God (the acceptable year of the LORD, the Year of Jubilee) should be brought by saying that “mission is to proclaim liberty to the captives and the oppressed; preaching Good News to the poor; to heal the brokenhearted; to bring recovery of sight to the blind” (Luke 4:18-19). To this, Christ is the CENTER of mission, because He is the Messiah (the Anointed One) and the Missionary (the Sent One) to proclaim liberty, in bringing shalom to the called (Acts 13:48; Romans 8:29-30).[3]

Lingkup tugas dari Mandataris Advokator Pendamaian TUHAN ini meliputi aspek yang holistik (holistic) berdasarkan pernyataan TUHAN Yesus di dalam Lukas 4:18-19. Hal ini diuraikan oleh Yakob Tomatala dengan mengatakan:

In this, the mission of God is spiritual (the total redemption), physical (healing of humanity), social (social uplift/ social justice), cultural (enculturation and transformation), economical (economic wellbeing), political (political liberty) with the focus to bring shalom (peace and justice) for all. To bring shalom means to impart wholeness of God within and to mankind and all creations. Imparting shalom in this perspective involves reaching out to every individual human being in his or her life background; connecting individuals, communities and life contexts.[4]

 

Dengan demikian, mereka yang telah diselamatkan TUHAN, telah mengalami pendamaian yang dikerjakan-Nya, dan memiliki hak istimewa dan tanggung jawab menjadi Mandataris Advokator Pendamaian, atau Peace Maker Allah.

 

  1. DASAR TUGAS PEACE MAKER[5]

Dasar Tugas Peace Maker dibangun di atas perintah tugas pendamaian yang jelas dari TUHAN Allah. Perintah Tugas Peace Maker ini berhubungan erat dengan Tugas Pendamaian. Landasan Tugas Pewace Maker tersebut antara lain adalah:

  1. TUHAN Allah adalah Sumber Kedamaian dan Peace Maker Agung

Allkitab menegaskan bahwa Allah adalah TUHAN “damai sejahtera” (Ibrani 13:20a) yang memiliki “kebenaran azali serta pokok keadilan sejati” (Keluaran 34:6-7; Ayub 37:23; Mazmur 9:8-9). Keberadaan TUHAN Allah[6] ini menegaskan bahwa IA yang adalah kebenaran, IA adalah sumber damai sejati. TUHAN Allah yang adalah “Sumber Kebenaran dan Keadilan, serta Sumber Damai Sejahtera sejati” ini (Yesaya 32:17), adalah Peace Maker Agung (The Greatest Peace Maker). Sebagai Peace Maker Agung, TUHAN Allah adalah kekuatan (authority and power) bagi Umat-Nya untuk menjadi Peace Maker.

Umat TUHAN yang adalah Peace Maker ini adalah alat pendamaian Allah di dalam dunia dan bagi dunia (Matius 5:6,9,10). Melalui dan dengan kekuatan TUHAN Allah ini, Peace Maker akan mampu hidup dan bertindak di dalam kebenaran serta keadilan dan mengimpartasi kedamaian di mana ia berada, baik secara individu mau pun sebagai komunitas TUHAN Allah yang terutus ke tengah dunia (II Korintus 5:18; Banding: Daniel 12:3; Yohanes 8:36; Galatia 5:1).

  1. Perintah Tugas Peace Maker adalah Obligatif

Perintah “Tugas Peace Maker” adalah tugas pendamaian yang obligatif. Tugas Pendamaian ini adalah impartatif yang datang dari TUHAN Allah untuk dihidupi dan dilakukan oleh Umat-Nya. Pada sisi lain, tugas pendamaian yang bersifat obligatif dari TUHAN Allah ini merupakan keharusan yang wajib.

Sifat obligatif ini mengharuskan umat-Nya untuk “melaksanakannya tanpa kecuali.” Sifat dari Perintah Tugas Peace Maker yang obligatif impartatif ini dibangun di atas kebenaran TUHAN, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Perintah Tugas Pendamaian ini adalah Kepercayaan TUHAN

Perintah Tugas Pendamaian ini adalah suatu kepercayaan dan pemercayaan TUHAN kepada Umat-Nya, di mana mereka diberikan tanggung jawab untuk menjadi Peace Maker-Nya.

Hal ini ditegaskan TUHAN melalui Rasul Paulus yang dengan tegas mengatakan bahwa “Allah …. telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” (II Korintus 5:19b). Sifat kepercayaan dan pemercayaan TUHAN dalam tugas Peace Maker ini menjadikannya sebagai obligatif, yaitu “keharusan yang wajib” bagi Gerreja sebagai Umat Allah (Lihat: I Petrus 2:9-10).

  1. Perintah Tugas Pendamaian ini adalah menjadi Jembatan Perdamaian

Kebenaran ini diungkap dalam Firman TUHAN melalui Rasul Paulus yang mengatakan: “… kami ini adalah tusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaran kami; dalam nama Kristus, kami meminta kepadamu: Berilah dirimu didamaikan dengan TUHAN” (II Korintus 5:20). Dari sinilah titik anjak untuk melaksanakan Tugas Pendamaian itu, dengan menenguhkannya di atas kebenaran dan keadilan oleh kuasa Injil.

Jaminan tugas pendamaian ini diteaskan TUHAN Yesus yang mengatakan: “Diberkatilah orang yang membawa damai, karena tatkala mereka melaksanakannya, mereka membuktikan diri bahwa mereka adalah anak-anak dari TUHAN Allah yang Mahatinggi” (Matius 5:9 – paraprasa). Perintah tugas Peace Maker ini hanya dapat dijalankan jika umat TUHAN telah “berdamai dengan TUHAN Allah” (Roma 5:10-11); “berdamai dengan lingkungan dan diri-nya” (Ayub 5:23); “berdamai dengan sesama-nya” (Matius 5:24,25; Lukas 12:58; serta “berdamai dengan keluarga-nya” (I Korintus 7:11), sehingga mereka dapat menjadi “jembatan pendamaian” TUHAN kepada dunia.

Perintah Tugas pendamaian ini terbukti dengan adanya Umat Allah yang hidup dalam kebenaran dan menuntun banyak orang kepada kebenaran (Daniel 12;3), sehingga mereka mengalami pembebasan dari TUHAN secara total dan menikmati shalom TUHAN (Yohanes 8:38; Galatia 5:1; Lukas 4:18-19).

  1. Perintah Tugas Pendamaian adalah Memperjuangkan Perdamaian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dapatlah dikatakan bahwa perintah tugas, tugas dan tanggung jawab Peace Maker untuk memperjuangkan pendamaian serta perdamaian sangatlah bersifat obligatif, karena dibangun di atas prinsip berikut:

  1. Damai dan perdamaian, adil dan keadilan adalah harkat dan atribut TUHAN Allah, yang mewarnai sabda serta tindakkan-Nya yang berdaulat, sehingga Umat-Nya wajib hidup seperti kehendak-Nya (I Yohanes 2:6; 4:17-21).
  2. Tugas Memperjuangkan Perdamaian yang obligatif impartatif ini merupakan kewajiban anugerah bagi umat TUHAN, karena umat-Nya telah diperdamaikan dengan TUHAN Allah (Roma 5:10-11; II Korintus 5:18-20), dan mereka harus menjadi alat pendamaian.
  3. Pembaruan TUHAN yang mengaruniakan pembaruan status dan peran sebagai Peace Makers, sehingga umat-Nya memiliki damai, hidup di dalam damai dan dapat berbagi damai dengan melakoni sikap, hidup serta peran sebagai instrumen atau jembatan mengimpartasi perdamaian dari Allah kepada dunia (Yohanes 17:18; 20:21).

 

  • PERAN PEACE MAKER DALAM PEMPERJUANGKAN PERDAMAIAN

Peace Makers yang terutus oleh TUHAN Allah-nya dengan tugas untuk Memperjuangkan Perdamaian dibarengi peran yang jelas. Peran Peace Makers ini secara khusus bertujuan untuk memperjuangkan perdamaian berdasarkan kebenaran dan keadilan. Peran Peace Makers ini dibangun di atas dimensi yang jelas, yang menyentuh ranah komunitas atau korporat dan ranah individu. Peran Peace Maker ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

  1. Peran Peace Maker sebagai Komunitas Umat TUHAN

Mandat untuk menjadi Peace Makers (Kejadian 1:28-30; 12:1-3; Matius 28;18-20) adalah perintah tugas keumatan dari Gereja sebagai Umat TUHAN (I Petrus 2:9-10). Tugas ini adalah hak istimewa yang ditegaskan sendiri oleh Allah, “Aku telah memilih dia supaya diperintahkan kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditujukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan dan supaya TUHAN memenuhi ….. apa yang dijanjikan-Nya …” (Kejadian 18:19). Kebenaran ini menegaskan bahwa:

  1. Gereja sebagai Umat TUHAN harus hidup dengan mempertahankan “iman yang suci (Gereja Kudus), hidup dalam keesaan-nya (Gereja Esa), membuktikan keuniversalan-nya (Gerja Am), dan melakonkan kemisioneran-nya” (Gereja Misioner) melalui iman, sikap, kata dan perbuatan di tengah dunia ke mana ia terutus oleh TUHAN-nya (Yohanes 17:18; 20:21).
  2. Gereja sebagai Umat TUHAN harus hidup konsisten, yang menandakan hadirnya tanggung jawab pengabdiannya melalui “persekutuan” (koinonia), “pelayanan” (diakonia), “kesaksian” (marturia) dan “kerigma” (pemberitaan) di mana pun serta kapan saja ia berada, sehingga ia menjadi terang dan garam bagi bangsa-bangsa (Yesaya 49:6; Yohanes 8:12; Matius 5:13-14).
  3. Gereja harus hidup dalam kebenaran yang olehnya ia dapat menjadi instrumen anugerah (instrument og grace) dari TUHAN Allah dengan mengimpartasi kebenaran dan keadilan yang membawa kebaikkan kepada sesama serta kepada semua manusia tanpa pandang buluh (Yesaya 32:1-2,17; Galatia 6:1-10).
  4. Gereja harus hidup berdasarkan motif dan “cara hidup kasih Kristus” (Yohanes 13) sebagai dasar untuk melayani serta memberkati sesama secara benar dan adil. Cara hidup kasih ini harus diwujudkan secara konsisten dan konsekwen baik secara pribadi mau pun komunitas gereja pada ranah internal mau pun eksternal, ke luar ke dalam masyarakat sebagai dasar untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan yang sebenarnya. Kasih yang menjadi dasar mewujudkan kebenaran dan keadilan yang sebenarnya ini didasarkan atas perintah TUHAN Yesus yang menegaskan, “Kamu telah mendengar Firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Matius 5:43-45). Sikap dan cara hidup Kristen yang dibangun di atas kebenaran ajaran Yesus Kristus ini memberikan otoritas serta keandalan kepadanya untuk menghadirkan kebenaran dan keadilan yang menyejahterakan merata terbagi kepada semua.
  5. Peran Peace Maker sebagai Individu[7]

Telah diuraikan di atas bahwa peran Peace Maker ini adalah peran umat TUHAN, di mana di dalamnya terdapat tanggung jawab umat yang mengindividu yang harus diemban. Dalam hal ini, setiap individu umat TUHAN harus menyadari peran dan tanggung jawabnya sebagai Peace Maker. Peran Tugas Peace Maker secara individu ini dapat dilakukan dengan cara berikut:

  1. Peace Maker harus hidup dalam kebenaran yang ditandakan dengan kesalehan iman dan kesucian hidup individu. Kesalehan iman dan kesucian hidup individu ini adalah kehidupan yang dijalankan dalam kebenaran, keadilan dan kejujuran (Ayub 1:8; 2:3; Mazmur 132:9; Amsal 1:3; 2:9; Lukas 1:5-6) sehingga kebaikkan hatinya menyentuh banyak orang serta memberkati sesama di mana ia berada (Filipi 4:5).
  2. Peace Maker harus hidup dan membangun rumah tangga damai dan rukun di dalam TUHAN sebagai dasar berbagi kedamaian serta kesejahteraan di dalam masyarakat. Advokasi perdamaian haruslah dimulai di dalam keluarga, sehingga ada kehormatan yang memberkati semua anggota keluarga sampai ke dalam masyarakat (Mazmur 128; 133; I Timotius 3:2-5). Kebenaran ini mengandaikan bahwa “jika keluarga damai, maka masyarakat juga akan damai.”
  3. Peace Maker harus mengerjakan tugas atau profesi berbasis kebenaran dan keadilan, dengan menolak semua kompromi koruptif. Setiap pengerjaan tugas dan karir yang dilakukan dalam kebenaran dan keadilan, pasti akan kuat menolak kompromi koruptif yang dengan sendirinya nanti menuai pengakuan dari banyak orang di mana ada “karya yang memberkati sesama” berbasis kebenaran dan keadilan menjadi nyata ( Amsal 8:20; 10:2a; 11:4,6; Kejadian 30:27; I Raja-raja 17:24; II Raja-raja 5:15).
  4. Peace Maker harus menegakkan kebenaran dan kadilan dalam mewujudkan tanggung jawab kepemimpinan dan keorganisasian secara holistik. Peace Maker dalam upaya memperjuangkan perdamaian dapat dilakukan dengan “mengadvokasi perdamaian dengan menegakkan kebenaran dan keadilan dalam kepemimpinan pada setiap organisasi secara menyeluruh” (Yesaya 32:1-2; II Samuel 8:15; I Tawarikh 18:14; Daniel 12:3). Advokasi kebenaran dan keadilan seperti ini tentu berimbas kepada adanya kebaikkan altruis yang dapat terbagi dan membawa berkat kepada lebih banyak banyak orang (Lukas 4:18-19) yang berperan sebagai landasan untuk masuk ke dalam skala yang lebih luas.
  5. Peace Maker sebagai individu Kristen haruslah menjadi “Jembatan Pendamaian sebagai tangan TUHAN” guna “menghadirkan damai (shalom)” di tengah masyarakat. Peran utama dari tugas Jembatan Pendamaian ini adalah untuk merangkul yang berbeda, yang paradoks, yang kontradiksi, yang kontraproduktif, yang antagonistik, baik dalam hubungan antar kelompok mau pun pribadi, dengan selalu berupaya menghadirkan kedamaian yang membawa sejahtera (Roma 12:18). Tugas Jembatan Pendamaian ini dapat dilakukan melalui pendekatan berikut:
  6. Membangun kebiasaan, sikap dan naluri “social sensitivity” (sensitivitas sosial) untuk mengetahui dan mengenal kondisi serta gejolak serta kenyataan hidup anggota masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus dan atau rentan menimbulkan perpecahan atau gejolak mau pun kemelut sosial
  7. Mengindentifikasi situasi sosial, status dan keadaan khusus anggota masyarakat yang rentan serta menandai sikap-sikap antagonistik yang cenderung mengarah kepada terciptanya “social unrest” (kekalutan sosial) untuk ditangani secara dini
  8. Mengidentifikasi “orang-orang kunci” atau “organisasi-organisasi sosial kunci” dalam masyarakat yang dapat bermitra untuk bergandengan tangan mencari jawaban serta solusi bagi masalah sosial yang dihadapi untuk ditangani bersama
  9. Menyiapkan “social contextual approach” (pendekatan sosial kontekstual) yang tepat dan terbuka serta lugas untuk mendekati dan membangun jembatan menyentuh kebutuhan masyarakat yang aktual serta nyata di lapangan
  10. Mengadakan tindakan mewujudkan “social justice” (keadilan sosial) menjawab kebutuhan dan tantangan masyarakat yang sudah diidentifikasi untuk diuraikan melalui jawaban-jawaban riil. Tindakan keadilan sosial ini dapat di laksanakan melalui:
  • Mengadakan dialog dua arah (two ways dialogue) untuk memastikan masalah dan mencari jalan ke luar
  • Melaksanakan tindakan sosial darurat (social emergence actions) untuk memberi solusi jangka pendek
  • Menciptakan strategi sosial jangka panjang (long range social strategy) untuk membangun solusi yang lebih permanen
  • Menyiapkan suatu rancangan kontingen (contingency plan) untuk bertindak mendukung pendekatan yang telah dilaksanakan guna memelihara perdamaian dalam kesinambungan solusi permanen yang langgeng

 

KESIMPULAN

Telah diuraikan di depan bahwa adalah merupakan tanggung jawab melekat pada Gereja dan semua orang Kristen untuk menjadi Peace Maker. Dalam memahami dan mewujudkan tanggung jawab sebagai Peace Maker, maka telah dibahas tiga hal penting, antara lain yaitu: Pertama, Panggilan menjadi Peace Maker; Kedua, Dasar Tugas Peace Maker; dan Ketiga, Peran Peace Maker dalam Memperjuangkan Perdamaian.

Berdasarkan penegasan dalam bahasan pokok-pokok ini, Gereja dan setiap orang Kristen perlu memahami bahwa menjadi Peace Maker atau Advokator Perdamaian adalah panggilan yang melekat dalam keselamatan TUHAN bagi imat-Nya. Panggilan ini haruslah disadari dan dihidupi secara konsisten dalam mengisi panggilan Gereja. Panggilan menjadi Peace Maker ini memberikan otoritas kepada gereja dan orang percaya untuk memahami dan menjalankan tugas “Advokator Perdamaian” melalui peran pelayanan dan kesaksian, baik secara korporat mau pun secara individu. Apabila Gereja dan orang Kristen menghidupi panggilan, mengambil tanggung jawab tugas dan melakonkan peran Peace Maker secara benar, baik dan bertanggung jawab, maka akan ada upaya serta tindakan nyata yang aktual mengisi panggilan misioner Gereja, menjawab tantangan dan kebutuhan sosial masyarakat dunia di mana ia berada.

Dalam upaya memberikan dorongan untuk memikirkan dan mengambil tanggung jawab Peace Maker (Advokator Perdamaian) ini secara benar, saya dengan ini mengajak semua pihak memadukan hati guna merenungkan serta mengucapkan doa Santo Fransiskus dari Asisi:

Doa Santo Fransiskus dari Asisi:

TUHAN, jadikan aku pembawa damai,

Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih;

Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan;

Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran;

Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian;

Bila terjadi kecemasan, jadikanlah aku pembawa harapan;

Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang;

Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku pembawa kegembiraan;

TUHAN, semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,

Memahami daripada dipahami,

Mecintai daripada dicintai,

Sebab dengan memberi kami menerima,

Dengan melupakan diri sendiri kami menemukan,

Dengan mengampuni, kami diampuni,

Dengan mati suci kami bangkit lagi untuk hidup selama-lamanya.

 

Akhirnya, doa kami kiranya TUHAN Yesus, Sang Mesias dan Sang Misionari Agung (Lukas 4;18-19) yang adalah “Sumber damai dan sejahtera” (Yohanes 14:6,27; Yesaya 32:17) akan terus memberkati serta memberi keberanian (coureage) kepada saudara-saudara sekalian menjadi Peace Maker (Advokator Perdamaian) TUHAN Allah ini sehingga kebenaran dan keadilan dapat tersebar, menyebar mendunia. “Selamat menjadi Peace Maker, mulai dari diri, keluarga, gereja dan lingkungan, serta masuk ke dalam karir dan masyakat umum.” TUHAN Allah kiranya memberkati secara melimpah. Terimakasih.

Jakarta, 13 Mei 2015

Narasumber dan Penyaji,

Pdt. Dr. Yakob Tomatala, M.Div.,M.I.S.,M.A.,D.Miss

Pendiri dan Ketua STT Jaffray Jakarta

[1] Disampaikan oleh Dr. Yakob Tomatala pada Dialog Umum yang disponsori oleh BP Alumni STT Jaffray Jakarta, Vineyard Institute of Indonesia dan GBI Kapaernaum di Graha Bethel pada tanggal 13 Mei 2015

[2] Lihat: Sabda TUHAN Yesus di dalan Injil Matius 24:6-8.

[3] Lihat tulisan Yakob Tomatala, Establishing Shalom Civilization.

[4] Ibid

[5] Banding Orasi Wisuda: Memperjuangkan Perdamaian Membawa Sejahtera di dalam Kepemimpinan yang disampaikan dalam Acara Wisuda STT Jaffray Jakarta, oleh Pdt. Dr. Yakob Tomatala pada tanggal 20 Septembar 2014.

[6] Kebedaraan meliputi: Substance, essence, and exixtence of God the LORD.

[7] Ibid.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.