BERLURUS IMAN DAN ETIKA DALAM TUHAN
Pengantar
Sebagai orang Kristen, kita patut bersyukur atas pilihan TUHAN yang menyelamatkan (Yohanes 15:26; 10:28-29; 6:47; 3:16) dan diangkat menjadi anak-anak-Nya (Yohanes 1:12; KPR 13:48) menjadi umat milik kesayangan-Nya (I Petrus 2:9-10}, dengan hak istimewa dari pada-Nya (Galatia 3:29).
Dalam hubungan ini, keselamatan TUHAN diteguhkan-Nya dalam Perjanjian Berkat-Nya (covenant), yang melibatkan: Hubungan Rohani pulih dengan TUHAN; hubungan sosial menjadi baru; dan hubungan ekonomi yang diteguhkan-Nya dalam kehidupan orang percaya (Kejadian 12:1-3; Ps 15 dan 17; KPR 2:39).
Semua pengalaman TUHAN ini disambut dengan iman (Ibrani 11:1) dan dihidupi dengan etika-moral yang benar (I Korintus 15:33) dan kudus (I Petrus 1:13-16), dan damai (I Petrus 3:10-12; Matius 5:9). Iman berarti melihat kepada TUHAN dengan keyakinan dan harapan yang kuat; etika berarti sikap tanggung jawab di hadapan Allah atas diri terhadap diri, sesama, dan segala sesuatu di sekitar kita.
Karena itu, kesimpulan dasarnya adalah: “Jika hubungan dengan TUHAN Allah benar, baik dan harmonis, maka kenyataan ini harus nampak dalam hubungan dengan diri, sesama, dan segala sesuatu yang lain yang juga harus benar, baik dan harmonis.”
Dasar Pertimbangan Etis
Merujuk pada uraian di atas, beberapa nasihat etis yang perlu dicamkan dalam setiap pertimbangan, antara lain:
1. Setiap orang yang telah berdamai dengan TUHAN harus berdamai dengan diri (Roma 5:9-11; II Korintus 5;20-21), sehingga hati terjaga bersih dari kecemaran (Amsal 4:23) dan terhindar dari kejahatan (Markus 7:21-22)
2. Siapa pun yang telah berdamai dengan TUHAN berarti telah selesai dengan diri sendiri, telah menerima pengampunan, dan memberi pengampunan (Matius 6:12), dan ada kekuatan dan kerelaan untuk mengampuni sesama (Kolose 3:12-13) serta harus mengampuni demi mengalami kelegahan dari Allah
3. Dengan pengalaman rohani dari TUHAN ini, ada kuasa untuk hidup dalam etika dan moral yang benar, dan baik, di dalam kebenaran, keadilan, kebaikan dan kejujuran (Amsal 1:1-7). Hal ini berarti tidak ada hubungan sosial serusak apa pun yang tidak dapat diperbaiki.
Karena itu, secara etika, beberapa pertimbangan yang harus dibuat dalam pengambilan keputusan:
Pertama, Apakah TUHAN Allah dimuliakan?
Kedua, Apakah iman dan nurani asaya otentik dan bersih?
Ketiga, Apakah hubungan dengan sesama positif, baik dan akrab?
Keempat, Apakah hubungan dengan gereja harmonis?
Kelima, Apakah hubungan rumah tangga harmonis?
Keenam, Apakah hubungan dengan kerja harmonis?
Ketujuh, Apakah saya menanggapi situasi secara positif dan membawa dampak harmonis dan sejahtera?
Rangkuman
Pertanyaan-pertanyaan Etis di atas harus menjadi dasar bagi setiap pertimbangan dan keputusan iman dan etika yang bertanggung jawab. Semua ini harus terlihat pada etika moral yang benar, yang membawa kebaikan bagi diri, sesama, dan semua hal lain, yang terbesit melalui pikiran, persaan, kehendak, sikap dan perbuatan.
Karena itu, beberapa prinsip etika yang harus dilakukan, adalah:
Pertama, Semua pertimbangan dan putusan etis harus menjawab pertanyaan terpenting: Apakah TUHAN Allah dimuliakan (Roma 11:36);
Kedua, Apakah saya sedang berbagi kebaikan bagi diri, sesama, orang lain, gereja, masyarakat dan hal lain (Matius 7:12)?
Ketiga, Apakah saya dan orang lain sejahtera dengan semua yang sudah terjadi? Kalau jawabannya adalah YA, puji TUHAN! Bila tidak, dengarlah panggilan abadi ini: “Marilah kepada-Ku, semua yang lelah dan menanggung berat, Aku akan memberi kelegahan kepadamu” (Matius 11:28).
Selamat berlurus iman dan etika di hadapan TUHAN Allah untuk menikmati sejahtera yang langgeng
Salam dan doa,
Yakob Tomatala
www.yakobtomatala.com