ETIKA BER-IT BAGI ORANG YANG BERBUDI LUHUR
Firman Allah:
“Kalau penipu, akal-akalnya adalah jahat, ia merancang perbuatan-perbuatan keji untuk mencelakakan orang sengsara dengan perkataan dusta, sekalipun orang miskin itu membela haknya. Tetapi orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak demikian” (Yesaya 32:7-8)
Pengantar
Abad XXI ditandai “disrupsi peradaban” atau “civilization disruption”, dengan kecanggihan teknologi sebagai indikator utamanya. Kebenaran ini terlihat pada sepuluh (10) indikator peradaban pada paruhan dua puluh (20) tahun awal Abad XXI yang diungkapkan oleh James Canton, dimana ia menegaskan bahwa IT adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan global. Kemajuan teknologi IT ternyata telah mencipta dunia sebagai “global village” di mana semua sekat sosial budaya diruntuhkan bahkan terjadi kontrol individu dan masyarakat yang membelenggu semua orang. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa ternyata IT (sebut HP) telah menentukan dan membelenggu semua orang di segala tempat.
Bahkan, dapat dikatakan bahwa HP telah menjadi “jiwa setiap orang”, serta merupakan penentu hubungan kemanusiaan. Perlu disadari, bahwa penggunaan IT/HP dapat dimanfaatkan untuk tujuan benar dan baik, tetapi juga untuk tujuan yang salah serta jahat.
Kini timbul pertanyaan, “bagaimana memanfaatkan IT/HP untuk tujuan kebenaran dan kebaikan yang membawa manfaat positif?” Pertanyaan ini berhubungan dengan “sikap benar dan baik yang bermanfaat”, yang harus ada pada setiap orang bijak, dalam pemanfaatan IT/HP.
Pertanyaan ini berkaitan langsung dengan etika, moral, etos, dan etiket yang benar, baik serta bermanfaat altruis (bagi orang lain) yang harus ada dalam jiwa/roh/ hati setiap orang yang berbudi luhur. Dalam menyikapi prinsip etika, moral, etos dan etiket dimaksud, maka beberapa hal yang akan dikemukakan, antara lain:
Pertama, MEMAKNAI ETIKA, MORAL, ETOS DAN ETIKET
Etika dipahami sebagai “keadaan batin” (nurani – conscience) yang adalah kekuatan penggerak sifat, sikap, kata, perilaku serta perbuatan. Moral pada sisi lain adalah ekspresi dan tindakan etis (moralitas) yang tersirat, dan nampak serta dapat dinilai benar, baik, dan bermanfaat positif, ataukah sebaliknya.
Etos adalah etika kerja atau moral kerja, yang ditandai hal-hal yang telah disinggung di atas. Sedangkan etiket adalah moral sosial yang harus dibangun di atas kebenaran dan kebaikan serta kemanfaatan di mana ekpresinya dikondisikan oleh faktor sosial budaya, yang memperlihatkan aspek sopan santun dan keindahan (estetika) dalam bersikap pada setiap masyarakat, dengan saling menghormati.
Dalam memahami etika, moral, etos dan etiket, ada tiga pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan yaitu: “Apakah itu benar? Apakah itu baik? Apakah itu bermanfaat?” Ketiga pertanyaan ini memperlihatkan substansi dan kadar “iman (hubungan dengan TUHAN Allah), hubungan dengan kitab suci (Alkitab), hubungan dengan sesama (altruistis atau egoistis), hubungan dengan diri (mengasihi diri seperti mengasihi TUHAN dan sesama), hubungan dengan benda (materi, uang), hubungan dengan kuasa, hubungan dengan waktu atau kesempatan, dan sebagainya, yang memperlihatkan “apakah seseorang itu berbudi luhur ataukah berbudi penipu”.
Indikator orang yang berbudi luhur adalah ia memiliki dan mempertahankan “integritas” (sikap hati yang sama dengan kata serta perilaku, dan tindakan) dengan bersikap benar, suci, adil, jujur, taat, setia, baik, lurus hati, lembut hati, berbajik hati, sabar hati, yang dengan penuh gairah dan semangat memuliakan TUHAN Allah serta memberkati sesama melalui kebiasaan, sikap, kata dan perbuatan yang bijaksana.
Kedua, MEMATUTKAN KEBIASAAN BENAR, BAIK DAN BERMAFAAT
Orang yang berbudi luhur akan selalu menampakkan kebiasaan, sikap, kata, perilaku dan tindakan yang berbudi luhur. Batu uji bagi kebiasaan orang yang berbudi luhur adalah antara lain:
1) Sikap yang benar. Dalam pemanfaatan apa saja untuk melakukan apa saja, khususnya HP, setiap orang harus bertanya, apakah ini benar atau menipu (hoax). Sebagai contoh dalam menyebarkan informasi, Anda harus terus bertanya, apakah ini benar?
Hal ini ada hubungannya dengan “kebiasaan banyak bicara, suka monopoli pembicaraan, suka mendominasi, suka memutarbalikan kebenaran”, yang nampak pada sikap dan kebiasaan keseringan menyebarkan berita dalam bentuk apapun. Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa, “jika sesuatu itu benar, maka pasti baik dan pasti bermanfaat” (Lihat: Amsal 5:18; 13:6; 6:12; 15:4,7).
2) Sikap yang baik. Sikap yang baik, menjelaskan tentang kata dan tindakan yang menggambarkan adanya kebaikan yang berkeadilan. Kebaikan yang berkeadilan ini berhubungan dengan sikap terhadap sesama, yang mempertanyakan, “Apakah sikap, kata dan tindakan ini baik yang adil bagi diri dan sesama?” Sebagai contoh, “Jika suatu berita atau tindakan dianggap baik, itu harus benar dan bermanfaat”. Dengan demikian, orang yang terlampau banyak bicara/ menyebarkan berita, walaupun dianggap benar, harus diuji silang dengan pertanyaan apakah ini baik, benar dan bermanfaat?
3) Sikap yang membawa manfaat. Seringkali seseorang mengganggap sesuatu itu benar, baik dan bermanfaat bagi dirinya, tetapi pertanyaannya ialah, “apakah itu bermanfaat benar dan baik bagi orang lain?” Bukankah orang cenderung tidak akan membaca atau tidak mengubris berita yang kebanyakan dijejali? Alasannya ialah, “setidaknya tidak ada waktu untuk membaca semua, tidak ada kesempatan mempelajari semua secara detail, dan ini tidak bermanfaat”.
APA YANG PENTING DIPERHATIKAN
HP adalah jiwa saya dan jiwa Anda. Karena itu, jika Anda berbudi luhur, maka Anda akan terbiasa besikap, berkata dan bertindak benar, baik dan membawa manfaat.
Dengan demikian, sembari menjaga hati (Amsal 4:23; 13:6; 15:23b), kita harus selalu menyadarkan diri bahwa, “Hati orang bijak menjadikan mulutnya berakal budi, dan menjadikan bibirnya lebih dapat meyakinkan” (Amsal 16:23). Kita juga harus bermawas hati untuk belajar “biasa bersikap benar, baik dan bermanfaat”, yang nampak dalam tindakan berikut:
1) Jangan menjejali penyampaian berita tanpa bertanya, apakah ini benar, baik dan bermanfaat, karena Anda dapat digolongkan sebagai “hoaxer”.
2) Jangan menjejali penyebaran berita dalam jumlah banyak atau jumlah berlebihan pada satu kesempatan, sekalipun Anda menganggapnya benar, baik dan bermanfaat. Alasannya ialah karena Anda akan terlihat egois, suka mendominasi, dan merampas hak orang lain untuk menikmati kehidupannya dengan patut. Perlulah disadari bahwa adalah tidak bermanfaat jika Anda menyebarkan berita, tetapi orang lain tidak membacanya bahkan menghapus secara serta merta, karena berbagai alasan.
3) Belajarlah untuk menghargai pendapat orang lain dengan membaca dan memberi “tanda terimakasih” atas kebaikan dia yang sudah berbagi. Jika Anda tidak melakukannya maka Anda terlihat cenderung sombong, suka menggurui dan merasa pintar sendiri, merasa serba tahu, dan mengganggap orang lain sebagai tidak lebih dari Anda, tidak tahu apa-apa. Apa alasannya? Karena, “Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak” (Amsal 12:15). Kiranya …!
Salam kepemimpinan,
Yakob Tomatala
www.yakobtomatala.com
Shalom Opa,
Danke atas firman yang sudah menguatkan lagi.
Tuhan berkati,
Martin