Leadership, Thoughts, Books, Writing !

MEMBAYAR HARGA MENJADI PRIBADI BERBUDI LUHUR

0 1,088

MEMBAYAR HARGA MENJADI PRIBADI BERBUDI LUHUR:

DENGAN INTEGRITAS, PENGHORMATAN DAN PENATALAYANAN YANG MEMBUMI

Person of Integrity, Respect and Servanthood Stewardship

….. orang yang berbudi luhur merancang hal-hal yang luhur, dan ia selalu bertindak demikian

(Amsal 13:20a).

Pengantar

Seorang pribadi yang luhur, akan selalu menampakkan keluhurannya melalui “pikiran, sikap, kata dan perbuatan.” Pikiran, sikap, kata dan perbuatan dari pribadi yang luhur mengandaikan bahwa pribadi di maksud membangun dirinya di dalam kebenaran, di mana Sabda mengatakan bahwa: “Di mana ada kebenaran, di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yesaya 32:17).

Dalam hubungan ini, pribadi dimaksud akan menandakan kehidupannya yang luhur dengan indikator berikut: 1. Ia akan hidup dalam kebenaran yang nyata dari pikiran dan sikap, yang sinkron dengan kata serta perbuatannya. Di sini terlihat bahwa pribadi dimaksud memiliki “integritas” (integrity) yang kuat (Yesaya 32:1a). 2.

Ia akan bersikap adilsebagai bukti integritasnya, yang membuat dirinya dihormati. Sikap adil yang sejati lahir dari integritas, yang olehnya pribadi dimaksud “dihormati” serta memperoleh “respect” dari orang-orang yang ada di sekitarnya (Yesaya 32:1b). 3. Ia akan bertindak “altruis” dengan mengayomi, melindungi serta mencukupkan melalui “penatalayanan” (stewardship) yang diberikan kepada sesamanya (Yesaya 32:2).

Dalam upaya mengtengahkan refleksi tentang “Pribadi Berbudi Luhur dengan Integritas, Penghormatan dan Penatalayanan yang Membumi, maka diskusi ini akan mengetengahkan pokok-pokok berikut: Pertama, Pribadi Luhur dengan Integritas yang Kuat. Kedua, Pribadi Luhur dengan Respek yang Tinggi. Ketiga, Pribadi Luhur dengan Penatalayanan yang Membumi., diakhiri dengan suatu rangkuman.

I. PRIBADI LUHUR DENGAN INTEGRITAS YANG KUAT

A. MEMAKNAI Integritas

Istilah integritas yang digunakan selama ini berasal dari kata “integrity” (Latin integritas <integer). Secara Lexical, makna dari istilah integritas iniartinya ‘tidak tersentuh’ (untouched), atau ‘menyeluruh’ (whole) atau keseluruhan (entire). [1]Menyoroti dari sudut pandang etika-moral, integritas secara khusus berbicara tentang kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran, kesetiaan, kesabaran, kepatuhan dan kepatutan, yang sikron dalam pikiran, sikap, kata dan perbuatan.

Dari pemahaman ini dapat dikatakan bahwa integritas dapat disebut sebagai “suatu keadaan atau kualitas kehidupan positif yang dibangun di atas kebenaran, keadilan, ketulusan dan kejujuran yang telah lengkap atau penuh yang menyentuh segala aspek yang diwujudkan melalui kualitas etika (inner values) dan ekspresi moral (expression of personality) dari kehidupan berintegritas (Yesaya 32:1-2; 33:15-16) yang membuktikan adanya kebijaksanaan (Yesaya 32:8; Ayub 28:28).”

Dari sini dapat dikatakan bahwa seorang pribadi yang berbudi luhur adalah dia yang berintegritas. Pribadi seperti ini adalah dia yang hidup dalam kebenaran, kebaikan, keadilan, ketulusan, kejujuran, kesetian dan kesabaran, kepatutan serta cara hidup beretika bermoral mulia, sehingga kehidupannya menampakkan nilai-nilai yang luhur.

B. Integritas dan Kepribadian yang dapat Dipercaya

Memaknai integritas dari perspektif Rasul Paulus dalam II Timotius 2:2, maka inti yang menjadi fokusnya adalah pribadi berbudi luhur yang berintegritas adalah “orang yang dapat dipercaya.” Orang yang dapat dipercaya ini adalah “Pribadi Kompeten Mandiri” dengan karakter mulia (SQ – Spiritual Quotient), pengetahuan komprehensif dan khas lebih (IQ – Intelligence Quotient) dan kecakapan andal (ScETQ – social, Economical & Technical Quotient) dari sisi sosial (hubungan dan jejaringan), ekonomi (jiwa entrepreneur) serta teknis (manajerial strategis).

Singkatnya, individu berbudi luhur yang berintegritas akan terbukti kompeten sebagaiorang yang dapat dipercayayang akan terbukti melalui pikiran, sikap, kata serta pebuatannya yagn selalu konsisten atau ajeg. Pribadi berintegritas ini adalah “orang bijak yang selalu bersikap arif dan berupaya melakukan kebenaran serta kebaikkan dalam kehidupan serta karya atau karirnya (Efesus 5:15-20), sehingga ia memberkati banyak orang.

Merampungkan gagasan yang menghubungkan integritas dengan nilai kehidupan individu yang berbudi luhur ini, dapatlah dikatakan bahwa integritas yang sejatinya berawal dari transformasi TUHAN (II Korintus 5:17) atas kehidupan sang individu, ditunjang oleh kekuatan Firman (Mazmur 119:105) dan pengalaman rohani serta warisan luhur keluarga (II Timotius 1:3-6) merupakan dinamika yang membangun landasan nilai yang kuat dan teguh bagi sang Pemimpin.

Nilai-nilai kuat dan teguh inilah yang menampakkan adanya kualitas diri sang Pemimpin, di mana ia akan terbukti sebagai Pemimpin berintegritas degan nilai-nilai kehidupan yang kokoh. Dinamika nilai-nilai agung inilah yang akan menopang sang Pemimpin sehingga ia mampu hidup dan membaktikan dirinya sebagai Pemimpin andal yang kompeten, mandiri dan kredibel.

II. PRIBADI LUHUR DENGAN RESPEK YANG TINGGI

Pribadi berbudi lulur dengan integritas tinggi dengan sendirinya akan memperoleh penghargaan sosial (social respect) dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Respect sosial ini menandakan adanya integritas sosial dari individu dimaksud.

Integritas sosial menjelaskan tentang adanya“Kepenuhan kebenaran[2] yang yang ditandai dengan kebaikan, keadilan, ketulusan, kejujuran, kesetiaan, ketaatan, kepatuhan, dan kepatutan yang mewarnai karakter individu. Karfakter individu seperti ini diekspresikan melalui sifat, sikap, pikiran, kehendak, perasaan, perkataan dan perbuatan yang bernilai positifdi dalam lingkungan sosial atau masyarakat di mana seseorang hidup.

Dalam kaitan ini, integritas sosial seorang individu baik sebagai pribadi mau pun sebagai pemimpin menjelaskan tentang “kehidupannya yang meliputi sifat, sikap, pikiran, kehendak, perasaan, perkataan, dan perbuatan yang dikuasai oleh kebenaran” sehingga bernilai postif. Sifat-sifat seperti inilah yang akan membuat pribadi dimaksud dihargai oleh sesamanya.

Kehidupannya yang bernilai positif ini ditandakannya melalui kebaikan, keadilan, ketulusan, kejujuran, kesetiaan, ketaatan, kepatuhan, dan kepatutan yang dihidupi pribadi dimaksud secara konsisten di tengah masyarakat di mana ia berada.

Kehidupan seperti ini menggambarkan tentang rasa hormat (respect) dan kehormatan (honour) dirinya yang dinampakkannya sebagai seorang pribadi. Di sini sangatlah terlihat bahwa individu dimaksud sedang menampakkan adanya kehormatan dirinya yang anggun, yang menjelaskan tentang adanya nilai-nilai luhur dari kehidupannya yang mendorong adanya “rasa hormat” dari sesamanya.

Nilai-nilai luhur yang dihidupi dalam kata dan praktek yang ajeg ini adalah alasan kuat, yang olehnya ia di dihormati sebagai Pribadi Berbudi luhur (Yesaya 32:8). Kehidupan seperti ini digambarkan oleh Pengkhotbah sebagai “memiliki nama harum, yang terbukti lebih baik dari pada minyak yang mahal harganya” (Pengkhotbah 7:1). Implikasi dari kebenaran tentang penghargaan berbasis nama baik ini adalah antara lain:

A. Nama baik mengandung implikasi kuat akan adanya pembuktian diri pribadi yang menampakkan adanya bukti integritas sosial dalam kehidupannya. Di sini ada pengandaian bahwa individu yang dihormati ini ternyata “telah hidup dalam kebenaran dan membuktikan diri hidup di dalam kebenaran, yang terlihat pada adanya keselarasan antara pikiran, sikap, kata dan perbuatannya di dalam kehidupan sehari-hari (Roma 2:7).

B. Nama baik mengandaikan bahwa individu dimaksud sedang menghidupi hidupnya di dalam kebenaran yang   mendemonstrasikan kehidupan yang berkualitas. Melalui penandaan kehidupan berkualitas ini, individu dimaksud sedang menandakan sikap hormat dan kehormatan dirinya (Amsal 3:35), yang membuat dirinya pantas memperoleh penghormatan (respect) dari sesamanya.

C. Nama baik pada sisi lain,menjelaskan bahwa pribadi yang memiliki integritas sosial yang ditandakan dengan kehormatan dan penghormatan ini meneguhkan kehormatan sosialnya yang menjadi “trade mark” atau “branding” dirinya sebagai pribadi berintegritas. Sebagai pribadi berintegritas, ia sedang menghidupi kehidupan yang luhur, di mana ia terbukti berbudi luhur, karena ia hidup di dalam kebenarandan keadilan(Yesaya 32:8, 1-2) secara konsisten. Pembuktian diri seperti inidengan sendirinya menggangkat serta meninggikan derajatnya (Amsal 14:34) sebagai seorang pribadi yang memiliki integritas sosial, sehinga ia patut dihormati (Amsal 21:21; I Timotius 5:17) oleh sesamanya.

  • PRIBADI LUHUR DENGAN PENATALAYANAN YANG MEMBUMI

A. Memaknai Penatalayanan

Istilah penatalayanan atau stewardship digunakan secara khusus di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, istilah penatalayan atau steward dikenakan kepada “kepala rumah tangga” (ha-is asher al, Ibrani., Kejadian 43:19). Istilah ini juga dikenakan kepada “kepala rumah” (asher al bayith, Ibrani., Kejadian 44:4). Kepala rumah tangga atau kepala rumah adalah “orang yang dipercayai dan dipercayakan untuk mengepalai serta mengurus semua harta dan kegiatan di dalam rumah tangga.”

Istilah lain yang dipakai untuk menjelaskan penatalayan adalah “hamba yang terlahir di dalam rumah tuannya, dan memperoleh hak sebagai pewaris” (ben mesheq., Ibrani – Kejadian 15:3-4) dan “orang yang melayani” (sar., Ibrani., I Tawarikh 28:1).

Menegaskan makna di atas, maka dapat dikatakan bahwa penalayanan atau steward adalah orang yang dipercayai serta diberi hak atas semua harta serta tanggung jawab untuk mengepalai, mengantur dan mengerjakan semua tugas di dalam rumah tuannya.”[3] Perjanjian Baru menggunakan istilah epitropos (Matius 20:8; Lukas 8:3) guna menjelaskan “seorang yagn memperoleh kehormatan dan kepercayaan untuk melaksanakan suatu tugas khusus.”

Istilah lain yang digunakan adalah oikonomos (oikos, rumah – nemo, mengurus; Lihat Lukas 16:2,3,4; 12:42; I Koorintus 4:1-2; Tiuts 1:7; I Petrus 4:10) yang menjelaskan “seseorang yang kepadanya telah dipercayakan atau didelegasikan tanggung jawab penuh.”[4] Penggunaan istilah oikonomia dalam hubungan dengan pelayanan Kristen secara khusus menjelaskan tentang “semuaorang Kristen yang telah dipercayakan untuk mengerjakan pekerjaan Allah” dengan melayani sesama(I Korintus 9:17; Efesus 3:2; Kolose 1:25).[5]

B. Kepemimpinan Manajemen dan Penatalayanan

Menghubungkan pemahaman tentang kepemimpinan, manajemen dengan penatalayanan dapat dikatakan bahwa “manajemen penatalayanan berkaitan dengan bagaimana mengatur dan mengelola kehidupan, kepemilikkan serta kegiatan proses organisasi dalam kehidupan Kristen.”

Manajemen penatalayanan ini dapat disebut sebagai “langkah praksis (administering) untuk mewujudkan (managing) kepemimpinan organisasi.” Suatu lembaga atau organisasi hanya dapat dimanajemeni, dikelola atau ditatalayani secara efektif (berkualitas), efisien (berkuantitas) dan sehat (relasi sosial yang kondusif) serta produktif apabila para pemimpin menyadari bahwa pada mereka ada “tugas, kewenangan, hak, kewajiban, tanggung jawab dan pertanggung jawaban” sebagai “penatalayan” atau steward yang dipercayakan untuk mengelola harta milik TUHAN dan kehidupan umat-Nya secara menyeluruh.[6]

Tanggung jawab pengelolaan ini bersifat inklusif, yang harus dijalankan menyeluruh pula. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa organisasi harus ditatalayani dan ditatakelola dengan melibatkan manusia atau orang Kristen dan seluruh kegiatan pelayanan yang harus diemban. Meninjau uraian ini, maka lingkup manajemen penatalayanan dapat dijelaskan sebagai berikut.

  1. Penatalayanan dalam perspektif Kristen harus dibangun berdasarkan kasih, komitmen dan dedikasi untuk mengabdi sebagai “hamba yang menghamba” (menyadari status) dan “pelayan yang melayani” (melakonkan peran) sebagai uamt kesayangan TUHAN.
  2. Penatalayanan kehidupan Kristen yang meliputi semua sisi dari kehidupan seluruh umat TUHAN di dalam organisasi gereja, baik secara individu, keluarga dan jemaat serta masyarakat.
  3. Penatalayanan seluruh sumber-sumber di dalam organisasi gereja yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Penatalayanan di sini melibatkan pengaturan, penataan, penggunaan segala sumber dan pengerjaan tugas-tugas yang dipercayakan untuk bersinergi mencapai tujuan organisasi.
  4. Penatalayanan di atas menyangkut pengelolaan kehidupan Kristen dari semua aspek antara lain yaitu: Aspek rohani, sosial, ekonomi-keuangan, pendidikan, politik, kebudayaan, teknologi, komuikasi, dsb.Penatalayanan organisasi juga berhubungan dengan penataan tugas-tugas, dan penempatan orang-orang yagn kompeten yang dapat menatalayani pekerjaan TUHAN yag dipercayakan kepada gereja-Nya.

RANGKUMAN

Pribadi berbudi luhur adalah dia yang membangun kehidupannya di atas kebenaran dan keadilan, sehingga kehidupannya membawa damai sejahtera kepada mereka yang dilayani. Dari sudut pandang ini, pribadi yang berbudi luhur selalu akan menampakkan adanya integritas diri yang kuat, dari sisi “kepribadian, kerohanian, sosial, ekonomi dan karir” (Keluaran 18:21).

Dari integritas diri yang dihidupi secara konsisten melalui sifat, sikap, kata dan perbuatan inilah maka pribadi berintegritas ini akan menuai respek atau penghormatan, karena ia terbukti konsisten menghidupi kebenaran dan keadilan melalui sifat, sikap, kata, dan perbuatan di dalam kehidupan keseharian.

Dapat dikatakan bahwa dari kehidupan pribadi yang berintegritas dan memperoleh respek inilah setiap orang memiliki dasar yagn kuat untuk membuktikan diri sebagai pribadi yang berbudi luhur yang dapat dan pantas untuk menatalayani kehidupan dan sesama melalui karir yang diemban, sehingga banyak orang diberkati dan TUHAN dimuliakan (Roma 11:36).

Jakarta, 16 Oktober 2014

[1]Lihat: Webster New Universal Dictionary of The English Language. Webster International Press, New York 1976. Integrity: 1. “The quality or state of being complete; wholeness; entireness; unbrocken state.” 2.“The entire, unimpaired state or quality of anything; perfect condition; soundness.” 3. “The quality or state of being sound moral principle; uprightness; honesty and sincerity”

[2]Dalam PL, istilahKebenaran (Tsdaqah – sted_aw_kaw) berarti: Rigthness (Abtractly); Rectitude (Subjectively); Justice (Objectively); Virtue (Morally) dan Prosperity (Figuratively). Dalam PB, Kebenaran (Aletheia) berarti: Truth, True, Verity. Kebenaran juga berarti “in accord with fact” (Yohanes 18:37-38; 19:35). Sumber: e-Sword Bible Commentary and Dictionary.

[3] Yakob Tomatala, Penatalayanan Gereja yang Efektif di Dunia Modern. Tahun 2001. Halaman 11.

[4] Ibid.

[5] Ibid., halaman 12.

[6] Lihat konsep “Kuasa Kepemimpinan” yang ditulis Yakob Tomatala dalam buku Kepemimpinan yang Dinamis. Tahun 2005. Halaman 97-136.

You might also like

Leave A Reply

Your email address will not be published.