SEJARAH ILMU KEPEMIMPINAN
SEJARAH ILMU KEPEMIMPINAN[1]
PENGANTAR
Kepemimpinan adalah suatu gejala universal yang secara defacto sudah ada sejak waktu yang lama dalam sejarah umat manusia dan dijalankan dalam kurun yang panjang. Namun demikian, pada sisi lain, kepemimpinan sebagai suatu ilmu usianya baru kurang lebih seratus enam puluh tahun.[2] Pertanyaan awalnya ialah mengapa sampai demikian? Jawaban atas pertanyaan inilah yang akan digumuli dalam tulisan ini. Tujuan khusus dari upaya ini adalah untuk menelusuri dan memberikan gambatran tentang sejarah perkembangan ilmu kepemimpinan. Tulisan ini akan memberikan uraian tentang sejarah perkembangan kepemimpinan sebagai suatu ilmu dengan menunjuk titik awal perkembangan serta tokoh-tokoh penting yang terkait di dalamnya dan kecenderungan ke arah mana ilmu ini sedang berkembang.
PERSPEKTIF KEPEMIMPINAN DALAM SEJARAH.
Melihat dari sudut pandang seni, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni yang usianya setua usia manusia di bumi,[3] yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah[4] manusia. Kebenaran tentang kepemimpinan yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah ini ditegaskan oleh Bernard M. Bass yang mengatakan, “The study of leadership is an ancient art. Discussion of the subject will be found in Plato, Caesar, and Plutarch, just to mention a few of classical era. The Chinese classics are filled with hortatory advice to the county’s leaders. The ancient Egyptians attributed three qualities of divinity to their king. They said of him ‘authoritative utterness is in thy mouth, perception is in thy heart, and thy tongue is the shrine of justice.’ The Egyptians demanded of their leader qualities of authority, discrimination, and just behavior.”[5] Dari penjelasan Bass di atas dapat dikatakan bahwa berdasarkan fakta, seni kepemimpinan itu telah ada serta diterapkan secara umum, karena kepemimpinan itu adalah seni yang bersifat universal.
Sebagai seni, kepemimpinan telah dipraktekkan oleh penguasa-penguasa dunia zaman kuno seperti pada kerajaan Mesopotamia,[6] Persia, Mesir klasik di Timur Tengah; penguasa India,Tiongkok dan Jepang klasik di Timur,[7] dan penguasa Indian Inka di Amerika Latin, penguasa zaman tengah Babylon (Mesopotamia), Persia, Yunani dan Romawi, penguasa zaman masehi, di Eropa termasuk negara-negara baru seperti Perancis dan Jerman, Ingris, dan sebagainya sampai kepada penguasa dari kerajaan-kerajaan tua di Timur Jauh, serta kelompok masyarakat-budaya lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan pula bahwa sebagai seni, kepemimpinan pun telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh dunia yang besar dan terkenal yang berkiprah dalam segala bidang kehidupan, mulai dari Hammurabi,[8] raja Babylon yang sezaman dengan Abraham (Kejadian 14), para Firaun Mesir, Musa dan Yosua yang disebut dalam Alkitab, sampai ahli seni perang klasik Sun Tzu dan filsuf Lao Tzu di Tiongkok, serta filsuf klasik Yunani seperti Plato, Aristoteles dan Socrates, Sidharta Gautama,[9] termasuk Kaisar-kaisar Romawi terkenal yang disebut dalam Alkitab, seperti Agustus,[10] Tiberius; serta yang lain, yaitu Nero, Konstantinus Agung[11]; Paus Gregorius Agung[12] sampai kepada raja Perancis Charlemagne,[13] para raja dalam dinasti-dinasti klasik Tiongkok, Inggris, dan Jenghiz Khan, raja Mongol, penulis dan negarawan Italia, Niccolo Di Benardo Macchiavelli,[14] reformator Protestan Mathin Luther, dramator Inggris, William Shakespeare,[15] ahli pedang Jepang Miyamoto Musashi,[16] Patih Gajamada, penguasa kolonial Belanda, pelukis Raden Saleh, dan Soekarno, Presiden RI pertama, serta banyak lagi. Para tokoh besar yang disinggung di atas ini telah membuktikan diri sebagai manusia-manusia luar biasa yang menerapkan seni kepemimpinan dalam karir mereka, namun, karya-karya besar mereka yang gemilang tidak dapat diklasifikasikan secara penuh sebagai karya dasar bagi ilmu kepemimpinan.[17]
Pernyataan di atas cukup menarik untuk disimak, dalam upaya menempatkan kepemimpinan sebagai suatu ilmu pada jalur sejarah yang pas. Untuk menempatkan kepemimpinan pada jalur ilmu, maka langkah awal yang perlu dipastikan adalah lingkup dari kepemimpinan. Sebagai suatu ilmu, bidang studi kepemimpinan memiliki tiga lingkup utama, yaitu: Pertama, elemen dasar kepemimpinan yang meliputi pemimpin, orang yang dipimpin dan situasi kepemimpinan. Kedua, doktrin dasar kepemimpinan yang meliputi perlengkapan dasar kepemimpinan (perilaku pemimpin serta sumber-sumber) dan nilai dasar kepemimpinan (nilai yang bersifat teologis dan filosofis). Ketiga, pekerjaan atau tugas dasar kepemimpinan (yang meliputi: esensi, sifat, unsur ekonomi dan lokasi kepemimpinan).[18] Dalam kaitan dengan menempatkan kepemimpinan dalam jalur ilmu yang disoroti dari lingkup bidang studi kepemimpinan seperti yang disinggung di atas, maka tugas kedua ialah mengukur karya tulis para tokoh sejarah tentang kepemimpinan. Mengukur karya tulis para pakar dan pemimpin sepanjang sejarah dari perspektif ini, dapat dikatakan bahwa kebanyakan karya tulis mengetengahkan pemahaman tentang kepemimpinan secara terbatas dengan menyinggung trait atau karakteristik-karakteristik serta kecakapan dan nilai-nilai kepemimpinan saja. Satu-satunya tokoh sejarah yang menuliskan tentang pemimpin sebagai elemen dasar utama dari kepemimpinan melalui karya tulisnya,[19] ialah Thomas Carlyle.[20] Tulisan Carlyle yang berjudul “On Hero and Hero Worship” dapat dianggap sebagai karya terbesar buku ilmiah kepemimpinan[21] yang pertama. Buku ini memberikan tempat yang luas bagi aspek-aspek dan unsur-unsur kepemimpinan yang lengkap, yang membuktikan bahwa karya Karlyle ini adalah tonggak sejarah bagi perkembangan ilmu kepemimpinan.
PERJALANAN ILMU KEPEMIMPINAN MELINTASI SEJARAH.
Dalam sejarah di dunia Barat, diakui bahwa istilah leader atau pemimpin itu telah ada dalam kamus berbahasa Inggris sejak tahun 1300, tetapi penggunaan istilah kepemimpinan itu baru saja ada pada pertengahan abad ke sembilanbelas.[22] Dalam studi Timur klasik pun sudah ditemukan adanya upaya penerapan seni kepemimpinan dalam peran pemimpin serta upaya perkembangan pemimpin.[23] Namun dapat dilihat adanya indikasi kecenderungan yang sama yaitu belum adanya konsep baku tentang kepemimpinan yang dikembangkan serta diterapkan secara ilmiah. Implikasi di atas ini cukup menarik untuk disimak sebagai dasar untuk mengidentifikasi perkembangan sejarah kepemimpinan sebagai suatu ilmu. Upaya mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan telah dilakukan oleh, Profesor Dr. J. Robert Clinton[24] dari Fuller Theological Seminary, School of Inter-cultural Studies. Dalam hasil risetnya, Profesor Clinton mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpiman dengan membuat klasifikasinya kedalam beberapa era perkembangan. Klasifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan dimaksud adalah sebagai berikut ini.
- Great Man Era, yang meliputi tahun 1841-1904.
- Trait Era, yang meliputi tahun 1904-1948.
- Behavior Era, yang meliputi tahun 1948-1967.
- Contingency Era, yang meliputi tahun 1967-1980.
- Complexity Era, yang meliputi tahun 1980-1986, dst.
Mengomentari klasifikasi Clinton ini, dapat dikatakan bahwa alasan utama untuk membuat penggolongan perkembangan ilmu kepemimpinan seperti di atas ini dilakukan dengan menunjuk kepada trend penelitian dan hasilnya yang dapat ditemukan dalam literatur-literatur kepemimpinan yang dihasilkan oleh para pakar pada masing-masing era di atas.[25]
Great Man Era menunjuk kepada inti teori yang menegaskan bahwa pemimpin terlahir sebagai pemimpin dengan bawaan lahir serta faktor keluarga dan lingkungan yang mendukungnya. Teori kepemimpinan pada Trait Era menunjuk kepada faktor karakteristik, yang menjelaskan bahwa pemimpin memiliki karakteristik khas, yang merupakan bawaan lahir serta kepribadiannya. Teori kepeimpinan pada Behavior Era menunjuk kepada kesadaran tentang adanya interaksi pengaruh antara pemimpin, bawahan dan situasi. Faktor interaksi ini sangat ditentukan oleh pengaruh serta perilaku pemimpin dalam kepemimpinan. Teori kepemimpinan dalam Contingancy Era mengakui adanya pengaruh yang kontingen antara faktor kelahiran atau keluarga, lingkungan pembesaran, karakteristik serta faktor pengaruh interaktif lainnya yang mempengaruhi pemimpin dan kepemimpinan. Teori kepemimpinan pada Complexity Era mengakui pengaruh dari semua faktor yang disinggung di atas, dengan kesadaran bahwa kepemipinan dapat dipelajari. Complexity Era menyadari dan mengakui adanya perkembangan ilmu kepemimpinan yang terjadi dengan begitu pesat terbukti mempengaruhi segala bidang hidup. Perkembangan dan pengaruh ini nampak dalam indikator fenomenal pada masa kini, dimana pemimpin dan kepemimpinan tidak sekedar diedintifikasi dengan sebutan tradisional seperti kepemimpinan atau pemimpin visioner, kharismatik, reformatif, transformatif, futuristik, dan sebagainya, tetapi juga disebut dengan kepemimpinan serta pemimpin pos-mo, informatif, global, dan seterusnya, yang dipengaruhi berbagai faktor yang kompleks.[26]
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KEPEMIMPINAN DI INDONESIA.
Dalam analisa yang bersifat umum, sejarah kepemimpinan di Indonesia dapat dikategorikan dengan memperhatikan beberapa fase perkembangan berikut.
Fase Pertama, Masa Kolonial Belanda sampai 1953,[27] yang dapat disebut fase mandor atau fase klerek. Masa ini adalah sebagai “masa primadona administrasi” (administratie), dimana administrasi memegang peran penting. Dalam kaitan ini, penguasa kolonial Belanda yang cenderung otokratis menempatkan para pemimpin inlander hanya pada level mandor, klerek, kopral atau sersan dan sebagainya yang menjelaskan bahwa para pemimpin ini hanya sampai pada aras operasional. Pemimpin aras operasional ini ini hanya berperan sebagai “middle administrator” atau “supervisor kerja” saja bukanlah manajer atau top leader, karena top leader hanyalah kelompok kolonial yang diyakini oleh mereka bahwa mereka lahir untuk memimpin.[28]
Fase Kedua, tahun 1953 sampai dengan 1970-1980. Fase ini dapat disebut fase perkembangan administrasi dan manajemen. Pada era ini ilmu administrasi sangat populer di Indonesia, yang ditandai dengan adanya akademi-akademi administrasi dan kesekretariatan. Dalam bidang pemerintatahan, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memegang peran utama untuk mengembangkan pemimpin untuk bidang pemerintahan. Masa ini ditandai pula dengan munculnya ilmu manajemen di Indonesia, mulai dengan manajemen klasik, manajemen berdasarkan sasaran, manajemen performansi tinggi, manajemen perencaraan strategis, sampai dengan manajemen total kualitas.[29] Pada tataran ini para pemimpin Indonesia (setidak-tidaknya segelintir kelompok elit) telah mahir menggunakan ilmu menajemen dimana mereka berperan besar sebagai para entrepreneur (wirausahawan/ wati) walau pun dalam jumlah yang terbatas. Ilmu manajemen ini telah diterapkan dalam bidang militer, pemerintahan, perbankan, bisnis, politik, pendidikan, dan sebagainya yang dilakukan secara khas pula yang menandakan dipraktekkannya penggunaan majemen secara umum.
Fase Ketiga, tahun 1980-2000 sampai saat ini, yang dapat disebut sebagai fase kepemimpinan baru atau fase kepemimpinan global. Fase ini diawali dengan adanya upaya mengembangkan ilmu yang disebut Manajemen Sumberdaya Manusia (Human Resources Management yang dibedakan dengan Personnel Management pada era sebelumnya). Pada sisi lain, secara umum terlihat bahwa bidang studi kepemimpinan mulai marak berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang tersebar dari bidang umum sampai pada bidang-bidang khusus, seperti keagamaan (termasuk pendidikan teologi), perusahan swasta, pendidikan umum, dan sebagainya.[30] Perkembangan selanjutnya terlihat pada adanya pendidikan serta pelatihan kepemimpinan (formil, non-formil dan informil) yang marak dalam segala bidang kerja.[31] Dan lagi, kenyataan menunjuk kepada pemunculan begitu banyak pemimpin baru dalam segala bidang kehidupan yang menandakan bahwa Indonesia sedang berada dalam era baru, era global, dengan persaingan kepemimpinan yang cukup ketat yang terjadi pada semua aras di tengah percaturan masyarakat yang super kompleks.
RAMPUNGAN
Menunjuk balik kepada uraian yang telah dibentangkan di atas, dapatlah dikatakan bahwa kepemimpinan dan ilmu kepemimpinan mulai memperoleh tempat serta perhatian luas dalam masyarakat, khususnya di Indonesia. Perkembangan ilmu kepemimpinan ini terlihat dari adanya upaya penerapannya, baik dalam bidang pendidikan kepemimpinan mau pun dalam lingkup umum lainnya dewasa ini. Menganalisis semua ini, dapatlah diambil suatu rampungan pikiran bahwa sejarah kepemimpinan secara umum dan khususnya di Indonesia sedang memasuki suatu era baru dengan kemajemukan serta kompleksitas yang semakin meluas dan meninggi dalam dunia yang mengglobal, yang turut menyodorkan peluang dan tantangan untuk maju. Karena itu, adalah bijak untuk memperhitungkan pengembangan kepemimpinan dan penerapannya dalam kinerja secara saintifik dan bertanggung jawab,[32] guna menjawab tantangan serta mengisi peluang yang terbuka di depan.
Dr. Yakob Tomatala
YT Leasdership Foundation
Jakarta, Indonesia
2004
[1] Versi lengkap dari tulisan ini dibuat untuk diterbitkan dalam Jurnal SETIA dari PERSETIA (Persekutuan Antar Sekolah-sekolah Teologi di Indonesia), oleh Pdt. Dr. Yakob Tomatala. Dr. Tomatala adalah lulusan FullerTheological Seminary, School of Intercultural Studies (bidang keahlian Leadership Development Theory), di Pasadena, California, U.S.A.
[2] Setidaknya sampai saat tulisan ini dibuat.
[3] Pernyataan ini menunjuk pada adanya dua hal penting yang sangat mendasar, yaitu antara lain: Satu, elemen dasar kepemimpinan yang dapat ditemukan dimana-mana yakni: Pemimpin, Orang yang dipimpin, dan Situasi Kepemimpinan. Kedua, adanya tokoh-tokoh pemimpin yang telah membuktikan kinerja kepemimpinan yang gemilang sebagai praktisi kepemimpinan dalam lintasan sejarah. Dengan melihat unsur elemen dasar kepemimpinan dan adanya para tokoh pemimpin yang disebut di atas, maka dapat dibuktikan bahwa kepemimpinan sebagai seni telah dipraktekkan sejak lama.
[4] Istilah sejarah (history – Inggris, yang berakar dari kata histor atau istor, eidenai, to know; historia – Latin/ Yunani, yang berarti learning by inquiry, knowledge, a narrative. Sejarah secara lengkap, harus dilihat sebagai kejadian atau fakta (histoire realite) dan sebagaimana dituturkan (histoire recite).
[5] Bernard M. Bass, STOGDILL’S HANDBOOK OF LEADERSHIP., 1981, halaman 5.
[6] Berdasarkan apa yang dapat diketahui, Mesopotamia kuno dianggap sebagai kerajaan tertua di dunia disusul dengan Pesia dan Mesir klasik.
[7] L.R. Wing dalam buku-bukunya yang merupakan karya klasik, antara lain, Kekuatan TAO dan Seni Strategi menggungkapkan bahwa Lao Tzu dan Sun Tzu (mungkin juga oknum yang sama) telah menulis konsep-konsep kepemimpinan sejak abad keenam sebelum masehi.
[8] Hammurabi, atau Khammurabi atau Hammurabi adalah Amraphel, raja Siniar atau Babylon, seperti yang disebut dalam Alkitab (Kejadian 14), memerintah pada tahun 2100 SM
[9] Peganjur/ pendiri Buddhisme yang hidup pada tahun 640-480 SM.
[10] Gaius Octavianus Augustus (Kaisar Agustus) lahir pada 23 September 63 SM yang memerintah tahun 27 SM
dan meninggal pada 19 Agustus tahun 14 M.
[11] Constantine the Great, nama lengkapnya ialah Flavius Valerius Aurelius Constantinus (280-337) menjadi kaisar Romawi pada 306-337 M.
[12] Gregory the Great lahir 590-604 dan menjadi Paus pada 590-604.
[13] Charlemagne atau Charles the Great, raja Perancis , lahir 742-814, anak dari Pepin the Short, yang memerintah sebagai raja Perancis 768-814.
[14] Macchiavelli (1469-1527) terkenal dengan bukunya, Il Principe (The Prince), Discorsi (discouses) dan Arte della Guerra (Art of War).
[15] Shakespeare dibaptis 26 April 1564, dan meninggal 23 April 1616.
[16] Musashi hidup antara tahun 1584-1645, dengan karya klasiknya yang terkenal A Book of Five Rings.
[17] Sebagai contoh, menurut Bernard M. Bass, Plato dalam tulisannya the Republic, mengklasifikasikan pemimpin dalam tiga tipe, yaitu: 1. Filosofer-negarawan yang memerintah dengan reason dan justice; 2. Pemimpin militer yang membela dan mendukung kehendak Negara; 3. Pebisnis yang menyediakan kebutuhan materi bagi warga Negara dan memuaskan kebutuhan rendah mereka. Loc. Cit. halaman 17. Walau pun demikian, karya Plato tidak dapat digolongkan sebagai karya kepemimpinan murni.
[18] Untuk keterangan lengkap tentang lingkup studi kepemimpinan, lihat buku karya Yakob Tomatala, Kepemimpinan Yang Dinamis, tahun 1997, halaman 19-28.
[19] Buku ini juga menyinggung tentang unsur-unsur dasar lain dari studi kepemimpinan.
[20] Thomas Carlyle adalah keturunan Skotlandia yang lahir pada 4 Desember 1795- dan meninggal pada 6 Februari1881. Carlyle adalah penulis esai (essayist) dan sejarawan (historian) yang hidup sezaman dengan John Stuart Mill, filsuf dan ahli ekonomi Inggris (1806-1873). Karya besar Carlyle ialah buku French Revolution, dan buku sejarah A Complete History of Commonwealth. Tahun 1937-1840, ia diundang ke Amerika untuk memberikan kuliah mengenai German Literature dan On Hero and Hero Worship. Tulisan terakhir inilah yang dibukukan pada tahun 1841, yang merupakan buku kepemimpinan pertama yang berbicaraa tentang lingkup dasar studi kepemimpinan. Buku “On Hero and Hero Worship” ini diterbitkan di Amerika oleh Penerbit Adams, di Boston tahun 1907 (Grolier Encyclopedia).
[21] Lihat pendapat J. Robert Clinton, dalam Reader. Tahun 1989, halaman 7-45 dan penjelasan Bernard Bass, Loc. Cit. halaman 27.
[22] Lihat penjelasan B. M. Bass, Op. Cit., halaman 9.
[23] Dalam literatur klasik Tiongkok, Jepang, India, dsb., dapat ditemukan penjelasan tentang pemimpin dan karakteristik pemimpin serta peran pemimpin dan pengembangan kepemimpinan.
[24] Lihat, J. Robert Clinton dalam Reader. Loc. Cit.
[25] Banding B.M. Bass, Op. Cit. Part I. Introduction to Leadership Theory, Chapter 1,2 dan 3., untuk pemahaman lanjutan.
[26] Studi kepemimpinan mulai marak di Indonesia pada tahun sembilan puluhan, dengan munculnya upaya dan gerakkan yang terlibat dalam pengembangan kepemimpinan melalui pelatihan informal-non-formal serta institusi-institusi pendidikan. Tonggak studi kepemimpinan dalam lingkungan Kristen mulai diperhatikan dengan serius tatakala Departen Agama RI, dalam hal ini BIMAS Kristen untuk pertama kali menyelenggarakan Seminar Sehari tentang Kepemimpinan Kristen pada tanggal 5 Agustus 2002, dimana penulis adalah penceramah utama.
[27] Tahun 1953 dilihat oleh Sayidiman Suryohadiprojo sebagai tahun penerapan kepemimpinan dalam lingkungan TNI. Lihat buku Kepemimpinan ABRI. Tahun 1996, halaman 1-3.
[28] Kondisi ini berakar pada “Great Man Theory of Leadership.”
[29] Manajemen Total Kualitas atau Total Quality Management yang dikembangkan oleh para pemimpin Jepang berdasarkan teori W. Edward Deming (1950 – Statistical Process Control) dan Joseph M. Juran (1954 – Responsible Management for High Quality) telah digunakan sejak lama tetapi baru saja masuk di Indonesia pada tahun 1980an dan populer pada akhir 1990an dan awal 2000an ini.
[30] Dari perspektif kepemimpinan, penulis secara pribadi berpeluang mempelajari Teori Pengembangan Kepemimpinan (Leadership Development Theory) dibawah asuhan Profesor Dr. J. Robert Clinton di Fuller Theological Seminary, Pasadena, California. Disamping itu, dalam perbandingan, pada tahun 1987 penulis menulis buku yang berjudul Penatalayanan Gereja Yang Effektif di Dunia Modern (Penerbit Gandum Mas, Malang) yang berorientasi kepada manajemen klasik dan administrasi, sedangkan pada tahun 1997 penulis menulis buku yang berjudul Kepemimpinan Yang Dinamis, dan beberapa buku manajemen SDM lainnya, dan tahun 2002 penulis menulis buku yang berjudul Kepemimpinan Kristen (YT Leadership Foundation, Jakarta).
[31] Dalam lingkup kegerejaan, Institut Filsafat Theologi dan Kepemimpinan Jaffray Jakarta didirikan (mulai 1984 sebagai Cabang STT Jaffray Makassar, dan tahun 1991 berdiri sendiri) untuk meresponi kebutuhan dan tuntutan kepemimpinan dalam gereja.
[32] Perlulah disadari bahwa kepemimpinan adalah ilmu ujung tombak. Dalam hal ini, kepemimpinan bukanlah segala-galanya, tetapi tanpa kepemimpinan, penerapan ilmu lain adalah lemah, dan konsekwensinya ialah bahwa kepemimpinan tanpa ilmu lain adalah sama tidak ada artinya.
thanks………
Semoga bermanfaat
Salam