MENJUAL YESUS:
TIGA PULUH UANG PERAK
Narasi Pengorbanan Yesus Kristus
Matius 26:14-16; markus 14:10-11; Lukas 22:3-6
Pengantar
Aku kebingungan! Biar bagaimana pun, aku telah mengambil keputusan penting yang sangat kuyakini kebenarannya. Betapa tidak, selama aku menyertai Dia, aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri akan hal-hal luar biasa yang terjadi. Ia secara khusus melakukan hal-hal yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Ajaran dan tindakan-Nya mengingatkan saya akan apa yang merupakan kerinduan bangsa kami. Kerinduan bangsa kami ini dikisahkan turun temurun di antara kami, baik di rumah, mau pun di perkumpulan-perkumpulan keagamaan atau sosial di tengah-tengah masyarakat.
Masih segar dalam ingatanku akan khotbahnya yang pertama yang diceritakan kepadaku. Menurut tuturan orang, saat itu Ia angkat bicara dan menyinggung rahasia bangsa yang saya katakan tadi. Kalau tidak salah dengar, Ia berkata, “Roh TUHAN ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Lukas 4:18-19).
Pada mulanya aku bertanya, apa makna ucapan-Nya ini? Rasanya terlampau dalam untuk dipahami seketika. Setelah mengambil waktu untuk merenung akan makna khotbahnya dan menyaksikan tindakan-tindakan-Nya yang hebat, aku turut bertanya di dalam hatiku, “Apakah beliau ini adalah Dia yang dijanjikan itu?”
Membandingkan janji TUHAN itu dengan situasi yang dihadapi bangsa kami, aku terhenyak merasakan suatu kepastian penggenapan dari Allah. Bangsa kami sedang terjajah, hak-hak kami dirampas, kebebasan kami dikekang. Lihatlah, mereka yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin menjadi-jadi kaya, jurang antara kaya miskin semakin melebar. Belum lagi, pajak-pajak yang dituntut baik oleh pemerintah kolonial mau pun dari pemimpin agama sangat memberatkan.
Aku menyaksikan, bagaimana tuan tanah-tuan tanah merampas hak penyewa tanah yang berutang bagian panen mereka yang beberapa tahun tertunggak karena kekeringan. Aku menyaksikan bagaimana para pemuda memberontak melawan arus ketimpangan sosial ini dan bersekutu dengan kelompok militan Zelotis untuk melawan para penguasa. Aku kenal beberapa orang dariantara mereka.
Namun sudahlah, celoteh saya terlampau jauh. Aku sekarang melihat kehadiran Dia yang berkata “Roh TUHAN ada pada-Ku” sebagai jawaban TUHAN atas jeritan penderitaan umat-Nya. Betapa tidak, lihatlah, begitu banyak pengikut-Nya yang adalah orang-orang miskin dan terlantar, serta mereka yang telah disembuhkan dari berbagai macam penyakit dan dipulihkan dari kehidupan yang sulit. Belum lagi orang-orang yang merasa tertindas menyaksikan bahwa Ia terbukti berpihak kepada mereka, dan mereka menyatakan keberpihakkan secara terbuka dengan menjadi pengikut-Nya.
Setelah berdiskusi panjang lebar dan mendengar pendapat panyak orang serta membuka telinga kepada desas desus yang berkembang di dalam masyarakat, aku akhirnya berkesimpulan, DIA inilah yang dinantikan bangsa kami.
RENCANA BESAR SEBAGAI SURPRISE
Setelah membuat kesimpulan penting ini, saya kemudian bertanya, “Apa rencana selanjutnya?” Bertepatan, tidak lama lagi ada “Hari Raya Besar” di Ibukota. Banyak pengunjung dan pesiarah bangsa kami yang hidup bertebaran mulai berdatangan untuk mengadiri Perayaan Besar Agama ini. Dan lagi, Hari Raya Tahun ini adalah istimewa, karena bertepatan dengan Tahun Yobel, Tahun Pembebasan TUHAN atas bangsa kami. Sebagai bagian dari umat, saya senang menyasikan antusiasme bangsa saya untuk merayakan Ibadah Besar Tahun ini. Pada sisi lain, sebagai pengikut-Nya, saya merencanakan suatu strategi yang akan membuat surprise banyak orang. Inilah langkah-langkah yang akan saya tempuh.
Pertama, saya tahu bahwa Ia adalah Dia yang dijanjikan untuk menjadi Pemimpin Besar bangsa kami. Ialah yang akan membebaskan bangsa kami dari penindasan. Indikator dari harkat dan peran-Nya sangat kuat. Ia telah membuktikan apa yang menjadi kriteria bagi Pemimpin Besar Bangsa kami. Ia haruslah Keturunan Raja Besar bangsa kami. Ia akan datang sebagai Pembebas atau sejenis Juruselamat bagi bangsa kami. Ia akan melakukan mujizat-mujizat untuk menunjukkan otoritas-Nya. Ia juga akan membawa pemulihan sosial, ekonomi, politik, keagamaan, kebudayaan dan banyak lagi. Dan ujungnya ia akan membuktikan kehebatan-Nya secara pribadi dan akan sangat disanjung. Saya yakin, Ia akan membawa kejayaan bagi bangsa kami.
Kedua, Ia akan memenangkan pertarungan besar, Ia pasti dapat mengalahkan para lawan bangsa kami. Kemudian, Ia akan duduk di atas Tahta Raja, leluhur kami yang Agung. Jika ia memerintah, urusan kesehatan, kemaslahatan dan logistik bangsa menjadi enteng. Bayangkan, dengan lima roti dan dua ikan, Ia sanggup memberi makan lima ribu orang. Bangsa kami tidak akan kekurangan secara ekonomi. Ia telah menyembukan orang-orang yang sakit dari berbagai macam penyakit. Ia pasti dapat melalukan semuanya. Kami tidak memerlukan dokter dan rumah sakit.
Ketiga, Aku akan mengambil langkah surprise yang besar, dengan memberikan kesempatan bagi Dia untuk membuktikan bahwa tidak ada yang dapat melawan-Nya. Aku yakin, para Penguasa tidak akan berkutik di depan-Nya. Penguasa politik Kolonial akan takluk di bawah kaki-Nya. Penguasa Kolaborator Keturunan Edom akan tunduk menyembah Dia. Penguasa agama, Pemimpin Sanhedrin akan bungkam, karena mereka bukan siapa-siapa. Ia sejatinya adalah Keturunan Raja Besar, dan patut memperoleh Tahta Leluhur-Nya. Tetapi, bagaimana caranya? Ini “top secret strategy” yang saya yakin pasti terbukti benar. Masih ingat, sekarang ada banyak orang kami di Ibukota yang datang untuk merayakan Hari Raya Besar.
Ingat akan kerinduan bangsa kami akan datangnya Sang Pembebas untuk membaskan kami dari penindasan? Masih ingat akan tahun Pembebasan yang saya katakan tadi? Nah, cukup sampai di sini dulu, saya tidak akan membuka banyak, tetapi, saya mau membuktikan kebenaran ramalan saya. Bukankah Minggu terakhir ini terjadi kehebohan yang dilakukan-Nya? Saya masih ingat kala kami tiba di Betfage, di Bukit Zaitun. Ia memerintahkan kepada dua orang dari antara kami untuk pergi ke desa di depan untuk mengambil keledai betina dan anaknya untuk ditunggangi.
Setelah dipersiapkan, Ia kemudian menungganginya. Ribuan orang yang mengikutinya di depan dan di belakang berjalan memasuki Ibukota dan mulai berseru gempita: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama TUHAN, hosana di tempat yang maha tinggi.” Bayangkan, apa yang terjadi! Heboh, gempar, seluruh penduduk Ibukota geger! Lihatlah, bagaimana Ia menghardik Pemimpin Agama dan orang munafik dengan ajaran-ajaran-Nya! Ia juga membersihkan Bait Suci TUHAN Allah kami. Dan banyak orang yang berpihak kepada-Nya, kagum penuh harapan.
Analisa saya, inilah kesempatan terbaik. Ia telah membutikan diri sebagai Dia yang dijanjikan TUHAN Allah bagi bangsa kami. Aku akan memberikan kejutan, namun jangan dibicarakan secara terbuka. Ini rahasia besar! Saya akan menggunakan peluang ini untuk memperoleh manfaat ganda. Pertama, Aku akan memperoleh keuntungan ekonomi. Kedua, Aku akan terbukti berjasa memberikan peluang kepada-Nya untuk memproklamirkan Diri-Nya sebagai Raja Bangsa kami.
Siapakah yang dapat melawan Dia? Aku tentu akan dianggap lebih berjasa dari si Brewok mulut besar dari Kapernaum itu! Puncak strategi saya kelihatannya berbelit-belit, tetapi sederhana saja: “Aku akan menjual Dia!” Ini adalah surprise! Surprise bukan karena berhasil menjual Dia saja, tetapi surprise bagi banyak kalangan karena dampak dari tindakanku dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kesehatan dan seterusnya. Aku akan membuat banyak orang terperangah dengan strategiku.
SRATEGI YANG BERUJUNG PETAKA
Hm, “menjual Dia?” Yang benar saja. Ini tidaklah mudah, tidak semudah membalik telapak tangan. Aku tahu, bahwa untuk melaksanakan strategi ini adalah tidak mudah, namun, aku punya cara jitu. Aku belum tahu sikap penguasa kolonial terhadap Dia. Namun, aku tahu juga bahwa para Pemimpin Agama sangat membenci Dia. Ini kabar dari “orang dalam.” Mereka akan senang apabila Dia dilenyapkan dari muka bumi, tetapi mereka tentu takut kepada orang banyak yang secara terbuka telah menyatakan keberpihakan mereka kepada Dia. Langkah pertama, aku akan menghubungi sejawatku di kantor Imam Besar guna membuka jalan untuk sowan dan berbicara dengan Imam Besar.
Ia adalah contact person yang tepat. Jika ada peluang, aku akan bernegosiasi dengan beliau. Aku akan meyakinkan beliau bahwa aku dapat dipercaya, sebagai dasar menawarkan jasaku untuk menyerahkan Dia ke tangan beliau. Sebagai Imam Besar, beliau tentu memiliki otoritas. Jika disetujui, aku tentu akan meminta imbalan, “Tiga Puluh Uang Perak.” Hm, sangat lumayan bukan? Selanjutnya tinggal eksekusi saja. Entry dan exit strategy eksekusi telah aku rencanakan dengan matang.
Aku akan menghidarkan kecurigaan dari sesama rekanku, di mana mereka harus aku tipu diam-diam. Caranya gampang, “menyalami dengan mencium Dia secara akrab.” Ini sekaligus adalah kode strategi penangkapan. Lalu, Ia akan segera ditangkap. Selesai bukan? Aku bisa membayangkan, Ia akan melenyapkan para serdadu penangkapnya dalam sekejap. Mereka pasti ambruk di tangannya.
Kini aku merasakan kegentaran yang dahyat dalam dadaku, jika aku mengingat peristiwa yang belum lama berselang. Aku terperangah, mulai tatkala Ia akan ditangkap. Aku mengira Ia akan meminta malaikat datang untuk membebaskannya. Ia malah memerintah dengan tegas dan berwibawa kepada anak buah-Nya, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barang siapa menggunakan pedang, akan binasa oleh padang.”
Aku mengira Ia akan memerintahkan suatu gerakan revolusi rakyat untuk menumbangkan penguasa. Aku keliru! Ia sekarang di tahan dan ditawan serta di bawa ke depan Mahkama Agama. Aku mendengar tuduhan palsu, saksi palsu serta vonis kejam dan tercaan bengis yang Ia terima. Dan, herannya, Ia tidak membuka mulut. Di depan Raja turunan Edom itu dan Penguasa Kolonial, sama saja. Ia bungkam seribu bahasa, tidak bicara apa pun. Peristiwa yang paling menusuk batinku ialah, tatkala aku tahu bahwa Ia dijatuhi hukuman mati. “Salibkanlah Dia!” Aku pikir Ia akan memberontak, menggerakkan pengikutnya untuk mengadakan revolusi berdarah. Jiwaku bagai tertusuk sembilu, badanku gemetar, tatkala aku mendengar vonis itu.
Ia sekarang di dera, ia dicambuk sebagai pesakitan, Ia dibelenggu, Ia diam bagai tidak berdaya, menghadapi semua ini dengan tabah. Ia kemudian dibelenggu dan di bawa ke hadapan Penguasa Kolonial. Vonisnya sama, “hukuman mati,” dan “Ia harus disalibkan.” Mendengar vonis itu, dadaku bagaikan meledak! Aku sadar, “Aku berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah.” Aku bersalah menyerahkan orang yang tidak berdosa untuk mati tersalib. Aku menyesal, menyesal banget! Tiga puluh uang perak yang kugenggam semakin dingin dan memberat di tanganku.
Aku harus menebusnya. “Aku kembalikan uang itu kepada Pembeli-Nya,” namun semua telah terlambat. Strategiku ternyata salah dan fatal! Keputusanku ternyata keliru dan fatal! Langkahku ternyata kebablasan dan fatal! Semua fatal! Aku tidak tahan melihat semua yang fatal ini. Aku tidak tahan melihat semua akibat tindakan serakahku yang fatal. Sebelum ia tersalib, biarkanlah aku terlebih dahulu, biarlah hidupku berakhir di tanganku sendiri. Fatal!
PENYALIBAN-NYA UNTUK TUNTAS MEMBAYAR UTANG
Merenung balik, aku mengawali hidupku dengan baik, bejalan bersama-Nya dan berpikir bahwa semua akan jalan mulus. Namun hidupku berakhir tragis, memenuhi semua yang dinubuatkan Nabi.
Di Meja Perjamuan itu, aku mendengar sabda penggenapan-Nya, “Dia yang besama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.” Aku juga mendengar, “…. celakahlah orang yang olehnya Anak Manusia itu di serahkan” (Matius 27:1-10). Akulah orangnya! Seperti apa aku ini, Penghianat, adalan sebutan yang pas utukku.
Akulah anak kebinasaan “yang telah ditentukan untuk binasa” (Yohanes 17:12). “Aku telah menjual Dia.” Fatal! Namun di atas semuanya, aku mengerti bahwa “Penyaliban-Nya adalah untuk membayar utang dosa manusia secara tuntas” (I Koritus 15;1-5).
Namun, lagi-lagi aku kehilangan kesempatan.Kalau aku bisa bangkit dan bicara, inilah yang akan aku katakan:Janganlah menjual Dia untuk keuntungan ekonomi, kedudukan dan kuasa. Jangan! Jagalah hatimu, janganlah serakah! Bisa fatal! Jagalah hatimu, jangalah berkhianat atas suatu kepercayaan. Bisa laknat! Jagalah hatimu, janganlah semberono dan gegabah membuat keputusan. Nanti ambruk sendiri! Kuteruskan pesan-Nya dari kefatalanku, “Bertobatlah!” Janganlah terlambat seperti aku yang fatal!
Selamat Paskah!
Jakarta, 16 April 2014
Pdt. Dr. Yakob Tomatala