“Barang siapa memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin”
(Roma 12:8c).
Pengantar
Menelisik nasihat Jitro kepada Musa dalam Keluaran 18, di dalamnya terdapat elemen integritas kepemimpinan lengkap yang menyentuh aspek individu, rohani, sosial dan ekonomi serta kerja atau kinerja dalam kepemimpinan. Integrias kerja secara khusus berhubungan dengan pembuktian diri bahwa Pemimpin menghidupi dan mempraktekkan integritas dalam hidup dan kerja yang konsisten. Haruslah ditegaskan bahwa sejatinya dari perspektif Alkitab, integritas dibangun di atas hubungan dengan TUHAN Allah yang adalah Sumber Kebenaran (Yeremia 10:10).
Dalam uraian sebelumnya, telah ditegaskan bahwa “integritas dapat disebut sebagai suatu keadaan atau kualitas kehidupan positif yang dibangun di atas kebenaran, keadilan, ketulusan dan kejujuran yang telah lengkap atau penuh yang menyentuh segala aspek yang diwujudkan melalui kualitas etika (inner values) dan ekspresi moral (expression of personality) dari kehidupan berintegritas (Yesaya 32:1-2; 33:15-16) yang membuktikan adanya kebijaksanaan (Yesaya 32:8; Ayub 28:28).”[1] Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa apabila seseorang disebut berintegritas ialah karena ia telah membuktikan bahwa ia hidup di dalam kebenaran di mana pikiran, sikap, kata dan perbuatannya ditandai oleh kebenaran dalam praktek kehidupan. Singkatnya, seseorang yang berintegritas itu menunjukkan bahwa “Kebenaran tentang apa yang dikatakan, akan selalu ditemukan sesuai dengan apa yang dilakukan.”
Lebih singkat lagi, dapat dikatakan bahwa integritas terbukti pada “kata dan perbuatan yang selalu pas.” Integritas seperti ini hanya akan ada dalam hubungan seseorang dengan TUHAN-nya yang menjelaskan bahwa ia telah mengalami pembaruan kehidupan (II Korintus 5:17) dan ia hidup dalam komitmen (janji hati) untuk setia dan taat kepada TUHAN (Ulangan 6:2,13,24; 10:12,20 13:4; 20:1-14). Pembaruan kehidupan seperti ini meneguhkan integritas individu yang akan nampak dalam kebiasaan benar, baik dan sehat yang dilakukan berlandaskan kebenaran.
Kebiasaan baik benar dan sehat ini dinyatakan melalui etika, moral, etiket dan etos benar dalam kehidupan keseharian serta kinerja kepemimpinan seorang pemimpin yang olehnya ia akan diakui sebagai kredibel, karena kata dan perbuatannya yang selalu pas dalam kehidupan nyata. Pengakuan seperti ini hanya akan ada apabila pemimpin dengan tulus dan konsisten hidup dalam kata dan praktek yang selaras.
Berdasarkan prinsip ini, kini timbul pertanyaan, bagaimana seorang pemimpin menampakkan integritas dirinya dalam upaya memimpin atau pekerjaan kepemimpinan yang yang dilakukannya? Dalam upaya menjawab pertanyaan ini, maka beberapa pokok penting yang akan dibahas di sini adalah antara lain: 1. Integritas Kerja dan Kuasa Kepemimpinan; 2. Integritas Kerja dan Tugas Pemimpin; 3. Integritas Kerja dan Upaya memimpin; serta rangkuman.
I. Integritas Kerja dan Kuasa Kepemimpinan
Apa dan sejauh mana hubungan integritas dan kuasa kepemimpinan. Bagaimana kuasa kepemimpinan ini diterapkan dalam organisasi, dan sejauh mana hubungannya dengan integritas yang seharusnya ada pada pemimpin dalam menjalankan upaya memimpin dalam organisasi yang dipimpinnya. Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya merupakan aspek kuasa yang sangat substantif yang harus dipahami oleh setiap pemimpin. Menjawab upaya dan mengulas pertanyan-pertanyaan di atas, maka akan ditegaskan beberapa aspek dari hubungan integritas dan kuasa kepemimpinan dalam organisasi. antara lain: Pertama, Kuasa menjadi Pemiimpin; serta 2. Kuasa dan Integritas Pemimpin.
Kuasa menjadi Pemimpin
Menjadi pemimpin adalah oproses kepemimpinan yang sangat berhubungan erat dengan kuasa kepemimpinan. Telah ditegaskan sebelumnya bahwa kuasa kepemimpinan atau leadership power adalah “kemampuan seutuhnya untuk menyebabkan sesuatu terjadi.” Pemahaman makna kuasa kepemimpinan seperti ini menyiratkan kebenaran bahwa sesungguhnya tatakala seseorang menjadi pemimpin, ia memiliki kuasa[2] untuk menyebabkan sesuatu dan apa saja terjadi dalam kepemimpinannya. Dalam hubungan ini, seseorang yang memiliki kuasa kepemipinan dalam atau dari suatu organisasi menjelaskan bahwa tatkala ia dipilih, atau diangkat, diwariskan, mencipta, atau merampas kuasa dengan paksa, maka secara legal atau “resmi”[3] ia menjadi pemimpin. Kuasa kepemimpinan di sini memiliki fungsi legitimasi, yang memberikan status dan peran resmi kepada pemimpin. Status dan peran resmi inilah yang menjelaskan bahwa seseorang itu adalah Pemimpin dalam suatu organisasi di mana telah terjadi proses legitimalisasi yang mengukuhkannya. Proses legitimalisasi ini adalah bagian dari aspek peneguhan menjadi pemimpin secara legal atau resmi yang harus dilihat secara normatif sebagai bagian dari proses yang akan selalu ada serta terjadi dalam legitimalisasi kepemimpinan setiap organisasi formal. Sampai pada tahap ini, seseorang terbukti menjadi Pemimpin secara resmi. Sebagai Pemimin Resmi, tentu ada pengkuan terhadapnya, namun harus dibedakan adanya pengakuan karena setuju menkudung atau pengakuan karena terpaksa atau dipaksa mendukung dalam kasus seseorang menjadi Pemimpin melalui proses kudeta. Pemimpin resmi di sini dengan sendirinya memiliki kuasa menjadi Pemimpin. Pemimpin yang memiliki kuasa seperti ini dapat menjalankan upaya memimpin dengan memimpin atau menggerakkan secara terencana dan menyebabkan apa saja terjadi dalam kepemimpinannya.
Kuasa dan Integritas Pemimpin
Melihat uraian pada bagian di atas, dapat ditegaskan bahwa seseorang menjadi pemimpin secara resmi adalah karena ia memiliki kuasa kepemimpinan. Memiliki kuasa kepemimpinan di sini berarti bahwa Pemimpin secara khusus telah memperoleh pengukuhan bahwa ia adalah Pemimpin secara resmi (dejure) dan faktuil (defakto). Di sini terlihat bahwa sang Pemimpin menjadi Pemimpin serta memperoleh keresmian bagi dirinya, yang karenanya ia memiliki posisi (possition) dan peran (role) sebagai Pemimpin resmi. Menjadi Pemimpin dalam hubungan ini dapat dilihat bahwa sang Pemimpin sebagai Pemimpin Sejati[4] telah membuktikan bahwa ia memiliki integritas (integritas individu, rohani, sosial, ekonomi dan kerja) sehingga ia diakui sebagai Pemimpin dengan terwujudnya proses kepemimpinan, sehingga ia menjadi Pemimpin. Mencermati kenyataan ini adalah merupakan tanggung jawab Pemimpin untuk hidup secara bertanggung jawab dan dengan konsisten membuktikan diri sebagai Pemimpin berintegritas. Pengakuan dan tanggung jawab pembuktian diri ini berjalan seiring, di mana Pemimpin haruslah secara konsisten membuktikan bahwa ia sesungguhnya “layak menjadi Pemimpin.” [5] Alasan kuat bagi kebenaran ini adalah Pemimpin sejatinya adalah dia yang memiliki integritas yang telah dan harus dihidupi secara ajeg serta dipraktekkan dalam hidup pribadi dan kepemimpinannya.
II. Integritas Kerja dan Tugas Pemimpin
Integritas Kerja berhubungan dengan erat dengan Tugas Kepemimpinan. Hubungan ini haruslah disadari an membiarkannya mewarnai seluruh aspek kehidupan dan kepemimpinan Pemimpin. Menggarisbawahi kebenaran ini, maka perlulah dipahami bahwa menjadi Pemimpin berarti seseorang memperoleh dan memiliki kuasa lengkap yang legitimate, di mana di dalamnya ada “tugas kepemimpinan” yang harus diembannya.
Tugas Pemimpin dalam Kepemimpinan
Telah ditegaskan bahwa menjadi Pemimpin secara resmi berarti seseorang menjadi Pemimpin yang telah diakui secara resmi pula.[6] Pengakuan ini mangandaikan bahwa Pemimpin memiiki posisi (jabatan)[7] dan peran (tanggung jawab tugas) sebagai Pemimpin organisasi. Posisi Tugas Pemimpin ini mengikuti Kuasa Legitimate Kepemimpinan yang ada padanya. Kebenaran ini menjelaskan bahwa di dalam posisi tugas itu ada tugas (Task) atau pekerjaan, kewenangan (Authority) atau otoritas, hak istimewa (Privilege) atau privilese, kewajiban (Obligation) atau obligasi, tanggung jawab (Responsibility) dan pertanggung jawaban (Accauntability) kepemimpinan organisasi bagi Pemimpin. Keenam aspek Posisi Tugas Pemimpin ini haruslah “sama dengan” atau equal with satu dengan yang lainnya. Posisi Tugas ini juga menjelaskan “jenjang otoritas Pemimpin” dalam struktur organisasi, apakan ia adalah Pemimpin Puncak (Excecutive Leader) atau Pemimpin pada aras manajerial (Kepala Divisi, Kepala Departemen, Kepada Bagian, dsb). Dengan demikian, Pemimpin haruslah menyadari sejak dini di mana ia berada, sehingga ia secara sadar dapat menata bagaimana seharusnya ia bersikap dan bertindak dalam kepemimpinan organisasi di mana ia menjadi Pemimpin. Dalam kaitan dengan substansi kepemimpinan, tugas pemimpin dalam kepemimpinan adalah sebagai pemikir (Great Thinker), manajerial (Top Manager) dan supervisi (Top Supervisor).
Tugas Pemimpin sebagai Pemikir
Tugas Pemimpin sebagai Pemikir di sini adalah “tugas besar” dari Pemimpin di mana ia berperan sebagai Great Thinker dalam kepemimpinan organisasinya. Di sini Pemimpin haruslah bersikap sebagai seorang Narasumber, Jenderal, Strategos, Manajer Besar (Puncak Atas – Top Manager), mau pun Administrator Besar (Puncak Atas – Top Administrator), yang berpikir benar, baik, luas, besar, dalam, tinggi, piawai, inovatif, kreatif, energetik, proaktif, asertif, terkendali, efektif, efisien, sehat, lentur, entrepreneurial, produktif, kemungkinan dan pasti. Kadar berpikir seperti ini menjelaskan tentang kompetensi Pemimpin, yang haruslah dihidupi, dipraktekkan dan diterapkan secara tetap dan bersinambung dalam menjalankan upaya memimpin aygn berkualitas. Dalam hubungan ini, Pemimpin haruslah bertanggung jawab untuk menggunakan pikirannya guna menghasilkan hal-hal besar yang membawa kemanfaatan dan keuntungan bagi oraganisasi yang dipimpinnya.
- Tugas manajerial dalam Upaya Memimpin
Tugas manajerial Pemimpin dilakukan dengan menjalankan upaya memimpin, di mana tatkala Pemimpin memimpin, ia memasuki kawasan manajemen dan memanajemeni. Di sini Pemimpin haruslah piawai dalam menerapkan seluruh aspek dan kerangka menajemen sewaktu menjalankan kepemimpinannya. Ia harus mengkoordinasi, merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengawasi dengan menerapkan manajemen performansi tinggi (High Performance Management) berbasis MBO (Management by Objectives) yang dibangun diatas kerangka Total Quality management (TQM). Pemimpin dalam kaitan ini haruslah secara sadar dan terencana menerapkan upaya memimpin yang berkualitas berbasis landasan teori yang kuat. Pemimpin haruslah piawai dan energetik menjalankan upaya memimpin yagn dirangkum dari perspektif pandangan diri, pendapat orang yang dipimpin dan tanggapan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) organisasi.
- Tugas Supervisi
Pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan sebagai Top Manager, bertanggung jawab untuk menjalankan roda organisasi secara efektif (berkualitas), dengan pendekatan kuiantitas (numerik) yang harus diwujudkan secara produktif yang menghasilkan. Tugas Manajer Top ini dipraktekkan melalui supervisi, guna memastikan bahwa kepemimpinan berjalan sesuai dengan rencana. Tugas suervisi ini didasarkan atas Perencanaan Strategis Organisasi (jangka panjang), Perencanaan Program dan Proyek (Perencanaan jangka menengah dan jagnka pendek) mengimplementasi Perencanaan Strategis dalam waktu dan situasi kepemimpinan di mana organisasi beroperasi. Tugas supervisi ini harus dijalankan dengan memperhatikan beberapa tahapan, antara lain: Supervisi On the Spot untuk memberikan arahan, dorong san dukungan; Supervisi Berkala untuk mengadakan evaluasi tahun berjalan, dan Supervisi Akhir untuk memasikan bahwa selutuh pekerjaan telah dijalankan dengan benar, baik dan produktif dalam tahun kerja yang dicanangkan. Ujung dari tugas supervisi adalah memastikan tersedianya Laporan Pertangung Jawaban Tahunan dan Pertanggung jawaban Lengkap bagi Organisasi; dan memastikan adanya reward bagi keberhasilan kerja.
Tugas Pemimpin dan Otoritas Kepemimpinan
Penggunaan istilah “otoritas kepemimpinan” atau leadership authority di sini dipahami dan diberlakukan secara berbeda dibanding dengan penggunaan istilah otoritas atau kewenangan kepemimpinan yang mengikuti kuasa kepemimpinan lengkap seperti yang telah dijalankan di atas.
- Makna Otoritas Inklusif
Istilah otoritas di sini bermakna besar, kuat dan umum atau inklusif. Hal ini dapat dijelaskan dengan menunjukkan contoh melalui pernyataan berikut: “Keyakinan Pemimpin bahwa ia dipanggil TUHAN Allah serta didukung mayoritas Pengikut bagi tugas kepemimpinan, memberikan otoritas kepemimpinan baginya.” Istilah otoritas di sini lebih berarti kekuatan, keyakinan, kemampuan, dan keberanian baginya untuk memimpin. Otoritas kepemimpinan di sini lebih berhubungan dengan “kuasa rohani” atau spiritual power dalam kuasa kepempimpinan lengkap yang memastikan adanya dukungan kuat bagi Pemimpin untuk memimpin. Otoritas kepemimpinan di sini akan nampak dalam kewibawaan yang nampak dari ekspresi dan kebiasaan kepemimpinan sang Pemimpin.
- Penggunaan Otoritas
Otoritas yang dimaksudkan di sini sering disalah pahami dan di salah gunakan. Penggunaan istilah kewenangan bagi otoritas seperti yang digunakan sebelumnya berhubungan degan tugas kepemimpinan, sedangkan istilah otoritas kepemimpinan di sini lebih cenderung berhubungan dengan sikap, keyakinan, gaya, perilaku dan cara yagn diberlakukan Pemimpin dalam menyikapi kuasa kepemimpinan lengkap yang ada padanya. Penyikapan kuasa kepemimpinan seperti ini selalu terlihat dalam hal Pemimpin menjalankan kepemimpinan organisasi. Dalam praktek, Pemimpin akan terlihat sebagai pemimpin Bijak atau Arif atau sebaliknya ia akan terbukti sebagai Pemimpin Arogan, tergantung dari bagaimana ia menerapkan perilaku serta gaya kepemimpinannya secara aktual.
III. Integritas Kerja dan Upaya Memimpin
Pemimpin berintegritas akan terbukti mampu menyatakan integritas dirinya sebagapai Pemimpin sejati melalui upaya meimpin yagn berkualitas. Upaya meimpinyagn berkualtias ini akan terbukti melalui cara pandang tugas dalam hubungandegan dirinya, atasan, bawahan serta ortganisasi yagn dipimpinnya.
Pemimpin dan dirinya
Pemimpin berintegritas sesuguhnya menyadari bahwa ia tidak bekerja demi orang lain. Sebagai pemimpin, ia bekerja sebagai Pemimpin adalah demi dirinya.
- Pemimpin dan atasannya
Pemimpin berinegritas menyadari bahwa kepemimpinan baginya adalah kesempatan mengabdi, sehingga tugas yagn diterimanya sebagai Pemimpin adalah merupakan kepercayaan dari atasannya. Dalam hubungaini, Pemimpin secaraberendah hati menyikapi tugasnya degan penuh tanggung jawab, karena menyadari bahwa ada tanggung gugat yagn akan dilaksanakan atasannya atas setiap pelaksanaan tugas ygn dikerjakannya.
Pemimpin dan bawahannya
Pemimpin berintegritas melihat bawahannya sebagai teman sewaris keberhasilan, yagn menyebabkan ia menghargasi setiap kontribusi mereka
Pemimpin dan organisasinya
Pemimpin berintegritas melihat organisasinya sebagai intrumen dan sekaligus sebagai alat pembesaran kinerjanya. Cara pandang seperti ini akan menyebabkan Pemimpin meberlakukan organisasi dengan sikap “membesarkan organisasi, sehingga pada gilirannya oraganisasi akan membesarkan dirinya.”
Pemimpin dan Pekerjaannya
Rangkuman
[1] Lihat uraian sebelumnya tentang Integritas Intelektual dalam Web ini.
[2] Makna Menjadi Pemimpin di sini melibatkan proses dan sistem kepemipinan, di mana seseorang menjadi pemipin karena: 1. Dipilih (Democracy – ellection); 2. Diangkat (Merit – Appointment); 3. Diwariskan (Monarchy – coronation); 4. Diciptakan (Entrepreneurial – self effort); 4. Dirampas (Forcible action – Coup de tat).
[3] Kuasa Kepemimpinan meliputi: 1. Epert Power;2. Refferent Power; 3. Reward Power; 4. coersive Power; 5. Legitimate Power; dan 6. Spiritual Power. Secara khusus, legitimate Power di sini menjelaskan tentang aspek legal dari menjadi pemimpin. Aspek legal di sini tidaklah berarti bahwa ada pengakuan penuh karena makna legal di di sini dapat berarti “resmi” menjadi pemimpin. Resmi menjadi pemimpin adalah proses legitimalisasi seseorang penjadi Pemimpin suatu organisasi melalui salah satu atau kombinasi dari proses kepemimpinan seperti yagn telah diungkapkan dalam kutipan terdahulu.
[4] Kebenaran Pemimpin Sejati ini mengandung implikasi bahwa Pemimpin yang mengambil Kekuasaan secara paksa atau kudeta atau menipu dengan “money pilitics” atau upaya negatif sejenisnya adalah mereka yang dipertanyakan integritasnya.
[5] Lihat ulasan menganai Integritas Sosial dan Ekonomi yagn telah diuraikan sebelumnya.
[6] Pengakuan Resmi Pemimpin sering dilakukan dengan praktek Prokoler Pelantikan dan Administratif (Surat Pengkukuhan atau Surat Keputusan – SK).
[7] Posisi atau jabatan di sini harus disikapi sebagai Posisi Tugas yang harus dilakukan degan penuh tanggung jawab, karena sangat sering disalahpahami dan disalahgunakan oleh Pemimpin atau disalahpandangi oleh Bawahan.