“Orang yang menghendaki jabatan penilik (pemimpin) jemaat menginginkan pekerjaan yang indah” (I Timotius 3:1).
Pengantar
Menjadi Pemimpin dan menginginkan menjadi Pemimpin adalah dua hal yang berhubungan namun berbeda. Menjadi pemimpin menunjuk kepada suatu proses dinamis, dimana melalui sistem tertentu, seseorang dipilih, atau diangkat, atau diwariskan, atau diciptakan, atau dirampas menjadi pemimpin. Menjadi pemimpin seperti ini menjelaskan adanya “kuasa kepemimpinan”[1] yang diimpartasi secara formil, sehingga seseorang memiliki tugas, kewenangan, hak, kewajiban, tanggung jawab dan pertanggungjawaban kepemimpinan yang harus diemban dalam organisasi di mana ia dipilih atau dingkat, atau diwariskan atau diciptakan menjadi pemimpin.
Menginginkan menjadi pemimpin secara substantif dapat disebut sebagai keinginan mulia (I Timotius 3:1). Menjadi pemimpin yang adalah keinginan mulia ini didasarkan atas kebenaran bahwa kepemimpinan adalah pelayanan. Menjadi pemimpin dalam perspektif ini menjelaskan bahwa pemimpin yang memimpin adalah dia yang melayani orang yang dipimpinnya (Matius 20:25-28; Markus 10:42-45). Di sini ada penekanan bahwa memimpin itu adalah melayani, sehingga kepemimpinan itu adalah pekerjaan mulia. Pada sisi lain, menginginkan menjadi pemimpin adalah persoalan motivasi yang berhubungan dengan kehendak khusus. Kehendak khusus yang menginginkan menjadi pemimpin dapat ditinjau dari sisi positif mau pun negatif. Menginginkan menjadi pemimpin secara subjektif menjelaskan tentang kemauan seseorang, entahkah positif atau pun negatif yang mendorong untuk mau menjadi pemimpin.
Ada asumsi bahwa apabila motivasi yang mendorong kehendaknya untuk menjadi pemimpin itu positif, sudah dapat diduga bahwa ia pasti akan berpikiran, berperasaan, berkehendak, bersikap, berkata dan bertindak positif serta altruis. Sebaliknya, apabila motivasi yang mendorong kehendaknya adalah negatif, maka tidaklah mengherankan bahwa ia akan berpikiran, berperasaan, berkehendak, bersikap, berkata dan bertindak negatif, yang akan nyata dalam sikap serta gayanya yang egois.
Menjadi pemimpin dengan pendekatan terakhir ini akan memperlihatkan cara-cara menjadi pemimpin yang negatif alias “kotor,” antara lain, adanya keinginan dan upaya “merampas kepemimpinan” dengan menggunakan segala cara kotor, baik secara senyap, mau pun terang-terangan.
Menjadi pemimpin sebagai keinginan mulia memperlihatkan adanya kesadaran bahwa kepemimpinan adalah panggilan, tanggung jawab pembebasan dan tugas pemenuhan hidup keorganisasian. Ketiga aspek dari keinginan menjadi pemimpin ini akan dibahas secara khusus pada bagian di bawah ini.
MENJADI PEMIMPIN ADALAH PANGGILAN UNTUK MELAYANI
Menjadi pemimpin adalah suatu panggilan. Panggilan menjadi pemimpin di sini menjelaskan bahwa setiap orang yang menjadi pemimpin sesungguhnya sudah ditetapkan menjadi pemipin oleh TUHAN (Markus 10:41; Yohanes 3:27). Sehingga menjadi pemimpin di sini merupakan destini, seperti yang telah ditetapkan, sehingga seseorang akan menjadi pemimpin karena ia telah ditetapkan menjadi pemimpin, sehingga ia menjadi pemimpin. Dalam hubungan ini, menjadi pemimpin haruslah diyakini dari hati, bahwa seseorang itu terpanggil menjadi pemimpin. Keyakinan panggilan pemimpin dari hati inilah yang menjadi landasan bagi komitmen dan dedikasi untuk mengabdi sebagai pemimpin.
Dalam kaitan ini, setiap pemimpin yang menjadi pemimpin harus dilihat sebagai pemenuhan destini pada satu sisi, yang haruslah disambut dengan adanya pembuktian kompentensi diri sehingga diakui dan direstui sebagai pemimpin secara individual, sosial mau pun formil. Panggilan untuk melayani ini mengharuskan adanya komitmen dan dedikasi untuk melayani, yang diwujudkan dengan “melayani orang yang dipimpin.” Melayani orang yang dipimpin adalah kekuatan yang mendasari sikap pemimpin terhadap kepemimpinan yang dipercayakan kepadanya.
Kebenaran ini menegaskan bahwa setiap pemimpin haruslah menyadari bahwa memimpin ialah melayani, sehingga motivasi pemimpin dalam kepemimpinan adalah melayani, bukanlah dilayani (Markus 10:45). Motivasi seperti ini adalah motivasi terkuat bagi pemimpin yang akan meneguhkan kepemimpinannya.
Di sini akan sangat terlihat apakah pemimpin mempimpin secara berkualitas ataukah asal-asalan saja. Melalui pemahaman memimpin melalui melayani ini, pemimpin akan bersikap altruis mementingkan sesama, khususnya orang-orang yang dimpimpinnya.
Pada sisi yang lebih khusus, pemimpin seperti ini akan membutikan keabsahan diri dengan adanya kompetensi (Integritas, Kapasitas dan Kapabilitas) diri yang tinggi, disertai dengan komitmen dan dedikasi serta kepiawaian untuk melayani. Dengan kesadaran bahwa menjadi pemimpin adalah “panggilan untuk melayani,” maka kepemimpinan seorang pemimpin akan terbukti sebagai berkualitas melalui memimpin melayani yang dilakonkannya.
MENJADI PEMIMPIN ADALAH TANGGUNG JAWAB MEMBEBASKAN DAN MEMBESARKAN
Menjadi pemimpin adalah suatu tanggung jawab mulia. Pada tahap yang lebih tinggi dapat dikatakan bahwa menjadi pemimpin adalah tanggung jawab mulia yagn berhubungan dengan peran pembebasan dan pembesaran. Dalam hubungan ini, menjadi pemimpin sebagai suatu tanggung jawab menjelaskan bahwa pada pemimpin dan kepemimpinan ada beban yang dipundakkan untuk dipikul. Beban kepemimpinan ini bersifat inklusif yang melingkupi tugas sebagai pemimpin yang arahnya adalah untuk membebaskan dan membesarkan organisasi, serta menyejahterakan orang yang dipimpin.
Beban kepemimpinan ini menunjuk kepada adanya suatu tanggung jawab berupa tugas utama yang dikhususkan bagi pemimpin, yang terfokus untuk membesarkan organisasi. Tugas pembesaran organisasi ini adalah tugas pembebasan, yang berhubungan erat dengan tanggung jawab membesarkan organisasi dimaksud sampai pada tahap tinggi. Tugas membesarkan organisasi ini merupakan suatu kewajiban utama atau obligasi terpenting yang harus dilaksanakan pemimpin.
Tugas ini memberikan beban khusus kepada pemimpin yang apabila diabaikan, akan memperlihatkan kadar karakter dan integritas rendah yang akan meruntuhkan kepemimpinannya. Tanggung jawab membebaskan membesarkan ini terlihat pada adanya kekuatan pemimpin yang memerdekakan, khususnya dengan meneguhkan dan membesarkan organisasi menjadi organisasi pembebas. Organisasi Pembebas ini diharapkan dapat menjawab harapan dan ekspektasi keorganisasian yang melibatkan harapan pemimpin, orang yang dipimpin dan seluruh stakeholder organisasi.
Dari sisi ini, dapatlah dipastikan bahwa apabila seorang pemimpin yang terpanggil kepada tanggung jawab kepemimpinan menjalankan upaya memimpin sebagai suatu peran pembebasan dan pembesaran dalam seluruh aspek kehidupan keorganisasian, maka organisasi akan semakin teguh menjalankan kiprahnya. Hal tertinggi yang diyakini terjadi ialah bahwa semua upaya memimpin akan membawa pemerdekaan yang meneguhkan pihak-pihak terkait dalam organisasi.
MENJADI PEMIMPIN ADALAH TUGAS PEMENUHAN HIDUP KEORGANISASIAN
Kepemimpinan adalah tugas pemenuhan hidup bukanlah menduduki suatu jabatan. Kepemimpinan yang adalah tugas pemenuhan hidup ini mengharuskan pemimpin memahami tugas dengan segala aspek rinci yang ada di dalamnya. Memahami tugas kepemimpinan menjelaskan bahwa pemimpin adalah pekerja walau pun kerja utamanya adalah “berpikir sebagai pemimpin.” Dalam hubungan ini, pemimpin harus juga mengetahui bagaimana memanajemeni tugas kepemimpinan dan bagaimana berinisiasi, menggalang, serta mengeksekusi tindakan, mengarahkan, mendukung dan meneguhkan aktualisasi memimpin.
Tugas kepemimpinan dari pemimpin akan terlihat pada “leading attempt” yang dilakukan pemimpin dalam situasi aktual yang berhubungan erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup keorganisasian secara menyeluruh. Upaya pemenuhan hidup ini menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah proses peneguhan pemenuhan hidup organisasi yang menyentuh dan menjawab seluruh kebutuhan pemimpin, bawahan, situasi serta lingkungan di mana organisasi dijalankan.
Dengan demikian, pemimpin yang menyadari bahwa ia terpanggil untuk mengabdi dengan melayani dengan mewujudkan tanggung jawab pembebasan yang diembannya maka seluruh kehidupan keorganisasian akan terpenuhi menggapai TUJUAN, memenuhi VISI dan MISI yang telah dicanangkan, sehingga mendatangkan sejahtera bagi seluruh stakeholders.
RANGKUMAN
Seseorang yang menginginkan menjadi pemimpin dalam artian yang benar, sesungguhnya adalah keinginan yang mulia. Menginginkan menjadi pemimpin adalah keinginan mulia akan menjadi benar, dan dapat dibenarkan apabila didasari pada kesadaran bahwa memimpin adalah melayani, yang diwujudkan dengan menerima kepemimpinan sebagai panggilan, tanggung jawab dan tugas yang dikhususkan untuk meneguhkan serta membesarkan organisasi yang dipimpinnya.
Di sini pemimpin yang yakin terpanggil untuk melayani, harus bersikap altruis, mengedepankan kemauan baik membesarkan organisasi dan melayani sesama dalam kepemimpinan. Pemimpin yang melayani akan memperlihatkan kadar positif, dimulai dari pikiran, perasaan, kehendak, sikap, kata dan perbuatan yang berujung kepada pembebasan dan pembesaran organisasi. Pembebasan dan pembesaran organisasi ini akan terbukti membawa kebaikan tertinggi bagi diri, orang yang dipimpin dan lingkungan di mana kepemimpinan dijalankan sebagai bagian dari tanggung jawab pemenuhan kehidupan keorganiasian.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah ditegaskan bahwa “Menjadi Pemimpin adalah Suatu Keinginan Mulia” apabila dibangun di atas kesadaran dan kemauan positif yang menggaris bawahi kebenaran, bahwa: Pertama, Pemimpin menerima tanggung jawab kepemimpinan sebagai “panggilan kepada tanggung jawab melayani.” Indikator dari kesadaran ini adalah bahwa Pemimpin akan membangun komitmen dan dedikasi tinggi untuk melayani dan melayani (bukan dilayani) sebagai bagian dari panggilan kepemimpinannya.
Jadi apa bila pemimpin memimpin dengan gaya egois dan mementingkan diri sendiri, maka ia sedang nyasar dari kebenaran bahwa “Kepemimpinan adalah panggilan untuk melayani.” Kedua, Pemimpin sepenuhnya menyadari bahwa kepemimpinan adalah tanggung jawab pembebasan pembesaran. Tanggung jawab pembebasan pembesaran ini akan terlihat pada adanya sikap altruis ditopang dengan kesadaran penuh bahwa pemimpin terpanggil untuk membawa pembebasan dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan organisasi.
Tanggung jawab pembebasan ini akan terlihat pada adanya upaya sadar membesarkan organisasi, sehingga organisasi menjadi teguh. Upaya pembesaran organisasi ini pada gilirannya akan memperlihatkan kebenaran bahwa “Apabila organisasi dibesarkan, maka organisasi akan membesarkan semua stakeholdersnya.” Ketiga, Pemimpin sepenuhnya berupaya untuk mewujudkan kebenaran bahwa bagi dirinya “kepemimpinan adalah tugas pemenuhan kebutuhan hidup keorganisasian mencapai visi, misi dan tujuan keorganisasian.” Tugas pemenuhan kehidupan ini mengandaikan bahwa pemimpin secara sadar terencana memanajemeni semua sumber untuk menggerakkan upaya memimpin secara efektif, efisien dan sehat guna mencapai produktivitas tinggi.
Penegasan dari kebenaran ini menunjuk bahwa pemimpin yang terpanggil menerima tanggung jawab sepenuh hati dan melakukan tugas kepemimpinan sebagai obligasi, responsibilitas dan akuntabilitas untuk membawa kepemimpinan mencapai tujuan yang ditandai keberhasilan yang dapat dinikmati semua stakeholders.
Ujung dari kebenaran ini membuktikan bahwa Pemimpin sepenuhnya menyadari bahwa kepemimpinan bagi dirinya adalah suatu panggilan mulia, yang disambutnya dengan penuh hormat dan penghargaan serta dilakonkannya dengan penuh tanggung jawab sehingga mendatangkan keberhasilan dan menghadirkan kesejahteraan yang dirasakan oleh semua pihak, sehingga organisasi dapat berfungsi efektif, efisien dan sehat secarra dinamis. Selamat mengisi panggilan mulia sebagai Pemimpin sejati.
Salam Kepemimpinan,
Dr. Yakob Tomatala