“Lihatlah, Aku menjadikan segala seuatu baru” (Wahyu 21:5)
PENGANTAR
Dunia di mana kita berada ditandai dengan perubahan yang sangat pesat serta dahsyat. Perubahan yang terjadi menyentuh seluruh segi dan aspek kehidupan dari semua kelompok orang di segala penjuru, termasuk kita sebagai bagian dari komunitas makro. Gagasan perubahan ini dilukiskanoleh Alvin dan Heidy Toffler dengan menggambarkan bagaimana peradaban dunia mengalami perubahan yang berkembang dalam tiga tahap. Pertama, dunia dengan peradaban pertanian (disimbolkan dengan pacul) memakan waktu sekitar tiga ribu tahun;
Kedua, peradaban industri (yang disimbolkan dengan cerobong asap) meliputi tiga ratus tahun; Ketiga, dunia dengan peradaban informasi (yang disimbolkan dengan komputer – sekarang harus memakai simbol HP), yang berubah dengan kecepatan tinggi. Perubahan dalam peradaban informasi ini begitu cepat, dimana setiap tujuh puluh hari tedapat penemuan ilmu pengetahuan baru, dengan produk teknologi informasi yang berkembang sangat pesat. Perkembangan perubahan dunia ini tentu secara khusus mempengaruhi semua organisasi baik langsung, mau pun tidak langsung. Karena itu pertanyaan penting yang perlu ditanyakan ialah, bagaimana kita menyikapi kenyataan perubahan ini. dalam upaya menjawab pertanyaan ini, maka ada dua pokok yang akan dibahas, yaitu; 1. Membangun kepemimpinan Kristen mengantisipasi perubahan; dan 2. Merekayasa strategi kepemimpinan menghadapi perubahan; yang akan diakhiri dengan suatu rangkuman.
MEMBANGUN KEPEMIMPINAN KRISTEN MENGANTISIPASI PERUBAHAN
Kepemimpinan Kristen, secara khusus berkaitan dengan kepemimpinan dalam organisasi keagamaan. Di sini, kepemimpinan Kristen, sebagai “Suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat, dan situasi khusus) yang di dalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin (dengan kapasitas penuh) untuk memimpin umat-Nya (yang mengelompokkan diri dalam suatu institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah[1] (yang membawa keuntungan bagi pemimpin, bawahan, dan lingkungan hidup) bagi serta melalui umat-Nya, untuk kejayaan kerajaan-Nya.”[2] Pemahaman tentang keunikan kepemimpinan Kristen ini menegaskan bahwa kepemimpinan sebagai proses terencana dan dinamis, mengambil konteks pelayanan Kristen sebagai faktor situasi khusus, yang meliputi waktu serta tempat khusus pula.
Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang mengambil organisasi keagamaan Kristen sebagai lokus di mana kepemimpinan Kristen itu dijalankan. Pemahaman ini berhubungan dengan premis kepemimpinan Kristen, yang menegaskan bahwa dalam proses yang dinamis ini Allah campur tangan dan memanggil bagi diri-Nya seorang pemimpin, ke dalam tanggung jawab kepemimpinan.
Dalam hal yang sama, pemimpin organisasi Kristen adalah juga seseorang yang dipanggil Allah kedalam tanggung jawab kepemimpinan, yang ditandai oleh adanya kapasitas serta tanggung jawab yang melekat padanya untuk memimpin suatu organisasi keagamaan. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa sebagai seseorang yang dipanggil Allah ke dalam tanggung jawab kepemimpinan, pemimpin Kristen perlu bersikap pasti akan panggilan Allah kepadanya (Markus 10:40; Yohanes 3:27), yang memberikan kepadanya otoritas untuk menjadi pemimpin. Dengan otoritas kepemimpinan berdasarkan panggilan Allah ini, pemimpin dengan sendirinya memiliki kredensi ilahi sehingga ia dapat melakukan upaya memimpin, karena ada padanya kapasitas pemberian Allah untuk menjadi pemimpin yang berkualitas.[3] Pada sisi lain, adalah merupakan tanggung jawab pemimpin guna menetapkan rancangan pengembangan formatif bagi dirinya, yang terfokus kepada pengembangan dirinya menjadi pemimpin kompeten.[4] Sejalan dengan ini, pemimpin harus menetapkan postur belajar sepanjang hidup (life long learning posture) yang olehnya ia dapat terus berkembang ke arah kompetensi penuh.
Perkembangan ke arah kompetensi penuh ini mengandaikan bahwa pemimpin memiliki kapasitas lengkap yang olehnya ia dapat memimpin secara berkualitas. Pemimpin Kristen yang kompeten seperti ini menunjukkan bahwa ia dapat memimpin organisasi dengan efektif (berkualitas), efisien (berkuantitas) dan sehat (hubungan responsif kondusif), yang akan membawa kemanfaatan bagi semua pihak. Pemimpin seperti inilah yang diharapkan dapat meneguhkan organisasi yang dipimpinnya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam lingkungan di mana kepemimpinannya dijalankan dengan bersikap proaktif.
MEREKAYASA STRATEGI KEPEMIMPINAN MENGHADAPI PERUBAHAN
Menengok balik melihat ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemimpin Kristen memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin organisasinya. Mengemban tanggung jawab ini, pemimpin harus menyikapi perannya sebagai seorang strategos[5] yang andal. Sebagai seorang strategos, pemimpin harus meyiasati upaya memimpin secara strategis-taktis, yang olehnya ia dapat melaksanakan upaya memimpin secara efektif, efisien, sehat dan menghasilkan. Pada sisi lain, ia harus menyadari dirinya sebagai pemimpin rohani yang bertanggung jawab utuh atas kehidupan organisasi, khususnya orang-orang yang dipercayakan kepada-nya (I Petrus 5:1-5).
Sebagai pemimpin rohani yang mereprensentasi peran imam, nabi dan rasul Allah, pemimpin Kristen memiliki tugas yang penting yang harus diemban di tengah segala macam kondisi yang juga kompleks. Di sini, sangatlah disadari bahwa tatkala pemimpin memimpin, ia dihadapkan kepada berbagai macam tantangan, salah satunya ialah perubahan yang sejalan dengan kondisi peradaban yang di dalamnya kita menjalani sejarah. Menyikapi tanggung jawab kepemimpinan ini, pemimpin harus memastikan pelaksanaan peran strategosnya pada bidang-bidang berikut, dalam menghadapi serta menjawab tantangan perubahan.
- Pemimpin harus membangun suatu landasan perencanaan strategis guna menyiapkan perangkat strategi kepemimpinannya, yang dibangun di atas visi, misi, fokus, tujuan dan target kepemimpinan yang jelas.[6]
- Pemimpin harus menyiapkan suatu platform pembekalan orang yang dipimpin melalui pendidikan terpadu, yang melengkapi mereka secara filosofis dan pengetahuan etika-moral etos praktis untuk menjawab tantangan sekurarisme dan pengaruh lain yang menerpa dengan sikap proaktif.
- Pemimpin harus menyiapkan suatu strategi pelibatan semua komponen anggota dalam kepemimpinannya, sehingga semuanya menjadi aktif, sebagai landasan mengantisipasi pengaruh perubahan secara responsif.
- Pemimpin harus menjalankan upaya memimpin secara terencana dengan mengunakan semua sumber guna melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan secara relevan, menjawab kebutuhan anggota pada satu sisi, dan menjawab tantangan dunia pada sisi lainnya.
- Pemimpin harus membuka diri, membangun jejaringan dengan organisasi lain untuk saling melengkapi guna menghadapi tantangan bersama, baik secara domestik, mau pun global.
- Pemimpin harus membangun pendekatan sosio-kultural dengan pemerintah dan masyarakat untuk membina ketahanan bersama sebagai anggota anak bangsa, menghadapi tantangan perubahan mengglobal yang sedang terjadi dalam dunia di mana kita berada.
- Pemimpin harus menjalankan upaya memimpin berkualitas yang membuktikan bahwa ia memiliki ketangguhan untuk meneguhkan, melindungi dan membawa organisasinya ke depan dalam menjalankan tanggung jawab pembangunannya.[7]
RANGKUMAN
Menyimak balik uraian di depan, dapat dikatakan bahwa setiap pemimpin Kristen adalah seseorang yang telah dipanggil Allah ke dalam tanggung jawab kepemimpinan, yang olehnya ia memiliki kapasitas utuh untuk memimpin. Pada sisi lain, pemimpin Kristen adalah manusia baru di dalam TUHAN Yesus Kristus (II Korintus 5:17), umat ketebusan Allah (I Petrus 2:9-10), yang olehnya ia harus hidup sepadan dengan panggilan-nya (Efesus 4:1); yang bertanggung jawab untuk hidup kudus (I Yohanes 2:6; I Petrus 1:13-16; Imamat 11:44-45; 19:2);dan mengasihi sesama (Yohanes 13:34-35; I Yohanes 4:7-10).
Pemimpin Kristen yang adalah representasi pemimpin rohani yang berperan sebagai imam, nabi dan rasul bagi umat Allah memiliki tanggung jawab yang besar untuk memimpin dan melindungi umat Allah dari pengaruh perubahan dunia serta segala eksesnya, dalam upaya meneguhkan diri menyiarahi perjalanan sejarahnya (I Petrus 5:1-5; Kolose 3:12-17; I Timotius 3:1-7, 8-13; 4:12; 5:1-2). Diyakini, pemimn Kristen yang melaksanakan tanggung jawabnya dengan benar dan baik pada akhirnya akan meneguhkan organisasi yang dipimpinnya dalam menjalankan misinya sehingga TUHAN Allah dipermuliakan (Roma 11:36). Dengan demikian, apabila pemimpin menyadari panggilan khususnya kepada pelayanan kepemimpinan dan menghidupi diri serta seluruh pelayanannya secara bertangung jawab, maka ia sedang menandakan diri sebagai Pemimpin Rohani yang keberkatan bagi diri, keluarga, gereja dan masyarakat. Perubahan dan tantangan dapat terus terjadi, tetapi pemimpin gereja yang kuat akan memimpin umat secara berkualitas, sehingga gereja dapat melewati segala tantangan baik dari dalam mau pun dari luar, dan akhirnya akan keluar sebagai pemenang. Salam
Jakarta, Mei 2012
Dr. Yakob Tomatala
[1] Istilah “tujuan Allah” – harus dipahami secara luas, yaitu tujuan yang olehnya gereja/umat Allah itu “ada/berada” di bumi, yaitu untuk membawa kemuliaan bagi Allah. Secara sempit istilah ini berkenaan dengan visi dasar bagi kepemimpinan seorang pemimpin, bukan alasan pembenaran bagi sikap/keputusan pemimpin (atas nama kehendak Allah yang disalah gunakan).
[2] Lihat Kepemimpinan Kristen, karya Yakob Tomatala, thn 2002., hal 7-20; Kepemimpinan yang Dinamis.
[3] Kapasitas yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan seutuhnya yang dikaruniakan TUHAN Allah kepada pemimpin, yaitu kharisma atau karunia rohani (Roma 12:8c), bawaan lahir, pengalaman khas, pengetahuan yang diperoleh karena pembalajaran serta pengalaman karir, yang melengkapi pemimpin untuk memimpin.
[4] Kompetensi kepemimpinan menjelaskan bahwa pemimpin Kompetensi atau “competent” < competens, competere (Latin) artinya “menjadi penuh atau lengkap sehingga dapat menjawab kebutuhan atau tuntutan.” Arti selengkapnya dari istilah kompeten adalah: Satu, Dapat menjawab semua persyaratan, cocok, puas dan memadai untuk suatu tujuan tertentu. Dua, Telah memenuhi semua kualifikasi dan kapasitas yang dituntut untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Tiga, Sangat sesuai untuk mengerjakan pekerjaan, dan telah memenuhi semua ketentuan legal untuk menjadi sesuatu guna melaksanakan sesuatu itu. Berdasarkan pemahaman ini, maka kompetensi adalah perangkat kapasitas penuh seorang individu sehingga ia diakui sebagai andal dalam melakukan tugas kepemimpinan. Kapasitas penuh ini meliputi tiga rana penting, yaitu: Kompetensi karakter (Integritas etika – motal dan mentalitas proaktif); Kompetensi pengetahuan (Kapasitas kemampuan intelektual yang komprehensif dan khas lebih) dan Kompetentensi kecakapan (Kapabilitas sosial dan teknik “know how” manajerial administratif tangguh) yang membuatnya diperhitungkan.
[5] Strategos dalam konotasi Yunani adalah sama dengan Jenderal, sehingga strategi adalah ilmu kejenderalan, yang memberikan peran yang menentukan jatuhbangunnya organisasi kepada pemimpin.
[6] Referensi bagi penerjaan perencanaan strategis ini dapat dilihat dari buku “Mastering Planning” karya Y. Tomatala, untun membangun suatu manajemen perencanaan strategis bagi gereja. Banding: Lukas 14:28-32.
[7] Lihat Kepemimpinan Kristen, Ibid., halaman 81-98 tetang penerapan kepemimpinan Kristen dalam konteks.